Opini  

Soal Uang Saku, Atlet Bandingkan dengan Wartawan

 

almadi

Oleh: Almadi

(Wartawan Utama)

 

Tuntutan atlet Sumbar soal uang bulanan dan biaya TC Pra PON sejak tahun 2019 yang tak sampai ketangannya, terus bergulir bagaikan bola salju. Bahkan, mereka mengancam pengurus KONI Sumbar akan boikot PON 2020 Papua. Tak hanya itu, malahan menyeret wartawan sebagai biang masalah.

Saat pertemuan atlet dengan wakil ketua DPRD Sumbar, yang dihadiri Indra Datuak Rajo Lelo tampak jelas postingan video atas nama Runner dimedia sosial, juru bicara atlet, Hamdan Sayuti mengucapkan,” informasi wartawan dapat Rp 4 juta sampai Rp 5 juta,” katanya. Namun postingan yang tak bertahan sampai belasan menit itu langsung dihapus pemiliknya.

Sebelum postingan itu lenyap, sempat terjadi argumentasi dalam kolom komentar. Hamdan Sayuti sebagai atlet marathon Sumbar mengomentari jika atlet hanya mendapat Rp 2 juta selama sepuluh hari. Bahkan dia menulis, wartawan penjilat dan adu domba.

Pantaskah seorang atlet kelas nasional yang banyak mengukir prestasi berkomentar seperti itu. Seakan, wartawan yang meliput multi ivent olahraga se Sumatera bagaikan benalu bagi kontingen Sumbar. Ketika ditanya berita mana yang sifatnya adu domba dan menjilat, Hamdan Sayuti tidak bisa membuktikan.

Meski postingan itu telah lenyap seperti menghilangnya beberapa postingan yang dilakukan manajernya Arfan Rosyda. Tapi terasa berkesan sekali, karena begitu sinisnya Hamdan Sayuti cs terhadap kinerja pers. Apakah mereka seperti lupa kacang dengan kulitnya? Masih ingatkah Hamdan Sayuti cs siapa yang memperjuangkan keterlambatan pembayaran bonusnya empat tahun lalu.

Ah, sudahlah. Begitu mereka dapat bonus apakah ada ucapan terimakasih pada wartawan yang bersorak-sorak agar bonus atlet segera dibayar. Jangankan ucapan terimakasih menoleh saja tidak. Bagi pekerja pers cuma itu yang bisa diberikan. Bahagia atlet, muncul rasa bangga dihati. Kalah mereka bertanding, ada perasaan pedih.

Sebelumnya, saya merasa simpatik terhadap perjuangan Hamdan Sayuti cs yang dizalimi pelatihnya menjelang bertolak ke Porwil Bengkulu. Bahkan, keluhannya sebelum ke Porwil diekspos dilengkapi jawaban Ketua PASI Sumbar, Sengaja Budi Syukur. Apakah ini merupakan berita adu domba atau menjilat?. Dia yang bisa menilai.

Anehnya, kenapa harus profesi wartawan sebagai perbandingan oleh Hamdan Sayuti cs? Kenapa tidak berani membandingkan dengan profesi lain yang juga anggaranya tertera di RAB KONI Sumbar. Artinya, profesi wartawan dimata mereka tidak berarti apa-apa dibandingkan yang lain. Perlu diketahui, wartawan peliput Porwil yang dibawa KONI Sumbar telah melakukan kerjanya sebelum ivent olahraga itu dimulai.

Ketika atlet masih nyenyak tidur pekerja pers batanggang bikin laporan. Bahkan, saat meliput dari venue ke venue tak sadar sepatu sudah “cabiak”. Tak ada kami mengeluh meski tidur hotel sekelas  wisma. Tak juga kami mengeluh ketika mata sudah pedih meliput  atlet berlaga di tengah malam.

Semua demi tugas dan tanggungjawab sebagai pekerja pers yang melaporkan setiap saat, agar diketahui rakyat badarai di kampung halaman mau pun dirantau. Jadi tak elok lah, membandingkan kerja profesi wartawan dengan atlet. Perlu dicatat, lembaga SIWO PWI Sumbar punya hak suara dalam pemilihan Ketua KONI Sumbar. Artinya, posisinya sama dengan Pengprov cabor.

“Kalau masalah uang yang didapat wartawan sebagai perbandinganya belum ada nilainya sama sekali. Saya rasa ulasan dan berita yang dibikin rekan-rekan pers tidak sebanding dengan yang diterima. Kalau bukan karena pers tidak akan kenal orang dengan nama Hamdan Sayuti,” ujar Syaiful Hosen, Ketua PWI Kabupaten Sijunjung juga Sekretaris SIWO PWI Sumbar.

Seandainya mereka menyadari peranan pers pada perkembangan olahraga. Pasti kaget, karena pers bisa sebagai pembina. Bisa juga sebagai pembinasa!. (***)

Tinggalkan Balasan