Opini  

Cinkamaniwa

 

 

almadi

 

Oleh: Almadi

(Wartawan Utama)

 

Cinkamaniwa adalah singkatan, Cina, Kaliang, Melayu, Nias, Jawa, suku tersebut ada di Padang dan sudah ratusan tahun berdomisili. Sejak zaman kolonial Belanda mereka hidup berdampingan. Hidup rukun, tak ada istilah intoleransi yang dihembuskan pembantu pak lurah. Jika ada masalah, cukup selesai ditempat.

Istilah Cinkamaniwa saya dapat dari teman keturunan campuran Tionghoa Nias. Namanya, tak ingat lagi, maklum sudah puluhan tahun. Dulu sekali, zaman Orde Baru, teman saya itu selalu hilir mudik dari Pulau Karam sampai ke jalan Imam Bonjol, Padang. Dia membawa beberapa lembar kertas yang sudah dicopy.

Lembaran kertas yang berisi tulisan mengajak kebaikan itu saya baca dengan cermat. Dalam hati berpikir, bisa juga menulis walau paragraf agak berserakan. Setiap dia lewat di Imam Bonjol lembaran yang dia update sekali beberapa hari itu selalu saya baca. Kemudian memujinya agar makin termotivasi.

Dari sekian banyak tulisan, hanya judul Cinkamaniwa yang menarik. Sebab, kalimat per kalimat banyak candanya. Namun, tidak menghilangkan makna isi tulisan tersebut. Sekarang teman itu entah dimana, disaat negeri ini heboh dengan isu SARA, sampai turun tangan pembantu pak lurah. Cinkamaniwa obatnya!

Kota Padang, penduduknya beragam etnis, tak pernah ada gejolak jika dimainkan isu SARA. Sebab, warganya sejak dulu kala hidup tentram dan damai. Buktinya, dicabang olahraga tak terhitung Cinkamaniwa membela negeri ini.

Bagi yang hidup zaman Orde Baru, pasti ingat dengan nama almarhum Tjadiak Gazali pemain sepakbola PSP Padang era 70 an keturunan Tionghoa dan Susanto Ongso mantan kiper PSP. Bahkan nama Majid keturunan India sangat lekat kala itu jika membela PSP. Sedangkan Tukijan asli keturunan Jawa adalah striker PSP yang haus gol.

Di Bulutangkis siapa yang tak kenal dengan almarhum Hendri Djarum pengusaha rokok Keturunan Tionghoa. Kemudian nama mantan juara dunia angkat berat, Nanda Telambanua dan Suluhmi Hareva asli dari Gunung Sitoli, Nias. Mereka adalah pahlawannya kota Padang di olahraga. Sekarang mereka hidup nyaman berdampingan dengan suku lain.

Saya masih ingat pesan Hendri Djarum ketika ngopi pagi di Pondok dareah pecinan kota Padang.”Jangan sekali-kali melawan orang tua, sebab orang tua yang melahirkan kita. Dan setiap perkerjaan tidak ada yang berat kalau dilakukan dengan sepenuh hati. Jangan khianati teman, peliharalah kepercayaan yang diberikan orang jangan sekali-kali berbohong,” nasehatnya saat itu.

Figur tersebut boleh dikatakan tokoh Cinkamaniwa. Jika ada masalah tidak perlu bawa pengacara bikin surat ke pak lurah. (***)

Tinggalkan Balasan