Opini  

Sepatu “Cabiak”

Oleh: Almadi

(Wartawan Utama)

 

Banyak cerita menarik selama peliputan Porwil X Bengkulu. Lebih sepekan, di tanah rantau, jajahan Inggris. Kami selalu berteriak histeris saat memberikan dukungan dari venue ke venue. Mencaci maki wasit bila tak adil. Semuanya dilakukan tanpa sadar.

Instens kerja nan tinggi, bikin liputan ke media masing-masing tak terasa berat. Bangun pagi jadi kebiasaan, karena selama ini sering bangun tinggi hari, maklum begadang.  Kebersamaan yang ditanam sama ketua media KONI Sumbar, Sareng Suprapto bikin suasana nyaman. Sarapan pagi dan makan jarang sendiri-sendiri. Semuanya dilakukan seperti keluarga, istilahnya, “mangan orak mangan yang penting ngumpul”.

Tapi tak ada pula kami tidak makan. Meski kontingen tergolong pra sejahtera, ibarat rumah tangga dipasang striker miskin, tapi yang gaya jalan terus. Sudahlah miskin sombong pula. Itulah kami, mobil dua menemani kemana pergi. Daerah lain menilai, hebat Sumbar diberi mobil dua. Padahal mereka tak tahu cuma gaya saja.

Kalau ada yang tahu gimana kami, mungkin ketawa berdiri. Ketika jalan kaki menghindari duri. Tiba-tiba sepatu “cabiak” saja sendiri. Padahal, merk “Adidas” buatan Vietnam. Hebat kan. Dari pada malu apa hendak dikata, selama ini bilang anti Cina. Terpaksa beli lem made in Cina.

Begitu sepatu cabiak sudah merekat, kami kembali bergaya bersorak gembira mendukung atlet di medan laga. Rupanya sepatu cabiak bawa berkah. Tak ada nada sumbang, walau sudah merana karena tak berpunya. Seperti kucing lapar, pejabat yang datang diperhatikan apakah bawa bekal. Rupanya nasibnya tak jauh beda, dia bilang datang bukan lewat udara.

Kalau pejabat sudah berkilah, jangan wawancara. Nasibnya sama dengan kita. Tapi bangga pula serahkan bonus, biar dikata tanda berada.. Ketika ditanya, apakah ada bonus pribadi, sempat kaget.”Ini bonus spontan dari KONI,” kata ketua memecah suasana.

Sementara ada teman yang tiba-tiba jadi pengamat. Dengan bangga bikin status, “ Kasihan para pejuang olahraga Porwil Sumbar, minim pemberitaan di media cetak. Menang tapi tidak populer.” Tapi sayang, status itu lenyap ketika dibuly banyak orang.

Pengamat jadi-jadian itu tidak tahu, kalau media online Sumbar jadi rujukan panitia.. Begitu masalah menu jadi buah bibir, besoknya langsung diganti. Dalam hati berkata, kenapa lah dia mungkin sudah lama tak pegang kartu koa. (***)