Jokowi Perintahkan Berani “Gigit”, Polda Sumbar SP3 Kasus Dugaan Korupsi Dana COVID Miliaran Rupiah

Peristiwa BPBD utm

Meski Presiden Jokowi meminta penegak hukum berani menindak tegas dan ‘menggigit’ penyelenggara negara yang terindikasi atau terbukti melakukan korupsi anggaran penanganan dampak virus corona, namun Polda Sumbar mengeluarkan SP3 kasus yang berawal dari temuan BPK yang mengindikasikan adanya kerugian negara.

Penyidik polisi menghentikan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi miliaran rupiah yang terjadi pada penanganan COVID-19 di BPBD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) itu dengan alasan tidak menemukan adanya unsur kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut.

“Hari ini sudah dilaksanakan gelar perkara, yang hasilnya setuju perkara ini dihentikan penyelidikannya, karena bukan merupakan tindak pidana,” kata Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Stefanus Satake Bayu saat dikonfirmasi wartawan, beberapa waktu lalu.

peristiwa BPBD3

Berbagai paparan itu juga dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV/2016, Surat telegram Kabareskrim Polri nomor ST/247/VIII/2016/Bareskrim tanggal 24 Agustus 2016 angka 6 bahwa Delik Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berubah dari delik formil menjadi delik materiil.

Tak hanya itu, paparan itu disandingkan juga dengan LHP BPK Nomor 53/LHP/XV.VIII.PDG/12/2020 tgl 29 Desember 2020 dengan rekomendasi wajib ditindak lanjuti paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah lapor hasil pemeriksaan, para peserta gelar sepakat bahwa perkara ini bukan merupakan tindak pidana karena unsur-unsur kerugian keuangan negara tidak terpenuhi.

Karut-marut pengelolaan keuangan dana penanganan COVID-19 di Sumatera Barat, mencuat setelah BPK-RI mengirim LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) 28 Desember 2020 lalu. Ada dua LHP dari BPK. Pertama adalah LHP Kepatuhan atas Penanganan Pandemi COVID-19. Kedua adalah LHP atas Efektivitas Penanganan Pandemi COVID-19 Bidang Kesehatan tahun 2020 pada Pemprov Sumbar dan instansi terkait lainnya.

Dalam LHP Kepatuhan, BPK menyimpulkan beberapa hal. Diantaranya, ada indikasi mark up harga pengadaan cairan pembersih tangan (hand sanitizer) dan transaksi pembayaran kepada penyedia barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan dan berpotensi terjadi penyalahgunaan.

Dalam laporannya secara keseluruhan BPK mencatat ada temuan Rp 150 miliar dari total anggaran yang dialokasikan untuk penanganan COVID yang mencapai Rp 490 miliar. Dari jumlah tersebut, salah satunya Pansus mencurigai angka Rp 49 miliar untuk pengadaan cairan pembersih tangan atau hand sanitizer.

DPRD kemudian membentuk Pansus yang langsung bekerja menelusuri LHP tersebut sejak 17 Februari 2021. Bekerja dalam sepekan, Pansus kemudian mengeluarkan sejumlah rekomendasi yang kemudian diakomodasi oleh DPRD secara kelembagaan.

“Kita berharap, gubernur segera bisa menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh DPRD dan rekomendasi dari BPK, dalam waktu 60 hari sejak LHP BPK diterima,” kata Ketua DPRD Sumbar Supardi saat penyampaian hasil Keputusan DPRD, Jumat (26/2/2021) malam.

peristiwa BPBD1

Sebelumnya, BPK RI menemukan adanya penyimpangan anggaran penanganan COVID-19 di Sumatera Barat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun Anggaran 2020, BPK mendapati angka baru sebesar Rp 7,63 miliar dalam hal pengadaan barang untuk Penanganan Covid-19 di BPBD, sehingga secara keseluruhan dalam tahun anggaran 2020, BPK menemukan dugaan penyimpangan anggaran penanganan COVID di daerah itu mencapai Rp 12,47 miliar.

 

Rita menjelaskan, temuan Rp 12,47 miliar itu termasuk pemeriksaan PDTT Kepatuhan atas Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 yang sudah disampaikan melalui LHP sebelumnya, yakni LHP Kepatuhan atas Penanganan COVID.

 

Dalam LHP tersebut, BPK menemukan pemahalan harga atau mark up pada pengadaan pencuci tangan atau hand sanitizer, baik hand sanitizer ukuran 100 ml maupun hand sanitizer ukuran 500 ml. Mark up tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 4,84 miliar.

 

“Dalam LHP PDTT kepatuhan atas penanganan COVID, ada temuan pemahalan hand sanitizer yang jumlahnya mencapai Rp 4,84 miliar. Nah, dalam LHP LKPD 2020 ada lagi temuan pengadaan barang utk penangan COVID sebesar 7, 63 M. Jadi total sebesar 12,47 miliar,” kata Rita. (*/Dy)

Tinggalkan Balasan