Opini  

Jagalah Buya!

Oleh: Musfi Yendra

(Pegiat Sosial)

 

Tolong catat! Tulisan ini bukan opok-opok. Angkat telur. Cari muka, atau semacamnya. Saya blak-blakan saja! Kita diajarkan untuk saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Saya bukan orang dekat Buya Mahyeldi dalam hal kekuasaan. Saya juga bukan tim suksesnya. Pilkada lalu saya tidak memilih Buya. Saya termasuk kelompok warga Kota Padang yang menginginkan beliau menuntaskan amanahnya sebagai walikota.

Sebagaimana pernah ia janjikan dihadapan publik. Saya juga tidak memiliki tendensius apapun dengan Buya.

Secara pribadi saya kenal baik, sejak ia menjabat Walikota Padang. Tapi saya bukan ring piston kekuasaannya ya. He.. he.. Kini Buya sudah jadi gubernur. Gubernur kita warga Sumatera Barat.

Perbedaan pilihan politik sudah selesai. Di awal kepemimpinan ini Buya banyak dapat sorotan. Bertubi-tubi isu menerpanya. Politik itu selalu gaduh. Pro kontra biasa saja. Makin gaduh makin asik. Goreng-menggoreng dimana-mana. Masa jabatan Gubernur Buya masih panjang.

Kalau gaduh terus, tentu juga tidak sehat. Sedikit banyak akan menganggu konsentrasinya. Buya itu manusia yang punya rasa. Buya itu orang baik. Karena kebaikannya ia dicintai banyak orang. Karena baik itu ia selalu menang dalam kontestasi politik.

Sejak anggota DPRD Sumbar, Wakil Walikota dan Walikota Padang, hingga kini jadi Gubernur. Istri Buya, Umi Harneli juga orang baik. Iya bukan hanya ibu bagi anak-anaknya. Tapi umi bagi orang miskin.

Kabarnya di rumah dinas, semua pembantu, sopir, tukang kebun, ajudan, sespri atau siapapun bisa makan dari periuk dan lauk yang sama dengan gubernur. Jagalah kebaikan Buya agar memberikan kemaslahatan. Kedaulatan bagi rakyat yang dipimpinnya. Jabatan hanya sesaat, pertanggungjawabannya dunia akhirat.

Buya itu orang sholeh. Dengan kesholehan dan amalannya Allah berikan kemuliaan kepadanya. Dari anak orang biasa, diberi amanah memimpin jutaan rakyat di provinsi ini. Jagalah ia melakukan kesalahan yang disengaja.

Apalagi sekedar memanfaatkan nama besar Buya untuk kepentingan pribadi. Buya itu orang lurus. Tapi jangan sampai ia dikultus. Buya itu manusia biasa. Jangan sampai dianggap malaikat. Jangan sampai pula ia dibengkokan demi kepentingan segelintir kelompok. Jika ia khilaf berikannya nasehat. Buya itu orang taat. Jangan arahkan atau beri masukan yang menyesatkan.

Terutama dalam merumuskan kebijakan. Jangan sampai melawan aturan. Buya itu sosok yang sederhana. Tapi janganlah selalu mengekspos kesederhanannya untuk pencitraan. Jika sedang menghadapi masalah, berikan ia ruang untuk menyelesaikannya. Jika ia dikritik terimalah sebagai introspeksi. Bukan membalas dengan kebencian dan emosi.

Apalagi menabuh genderang perang. Buya itu orang yang santun. Maka sampaikanlah informasi kepadanya dengan baik dan benar. Jika ada kabar yang harus disampaikan, mulailah dengan tabayyun. Karena pernyataan seorang gubernur bisa menjadi kebijakan atau kebijaksanaan.

Buya itu bersahabat. Jangan buat jarak ia dengan masyarakat. Dengan insan media, sebagai penyampai berita. Bahkan dengan orang yang tidak mendukungnya. Berikan ia tempat untuk duduk bersama dengan pihak yang suka mengkritiknya. Pilkada sudah usai. Saatnya merangkul semua stakeholder membangun daerah ini. Buya itu gubernur, merangkap ketua partai.

Tapi ingat ia bukan gubernur partai. Jangan suruh energinya dihabiskan mengurus partai. Apalagi kondisi rakyat sedang sulit menghadapi wabah. Kondisi ekonomi sedang terpuruk. Nyawa warga sedang terancam. Politik ini penuh intrik. Jika tidak hati-hati tentu bisa membawa kemudharatan. Mudharata bagi bagi Buya pribadi, keluarga, orang dekat maupun partainya. Program kerja Buya sebagai gubernur itu banyak.

Maka fokuslah mencapainya. Rakyat butuh bukti, bukan sekedar janji saat kampanye. Menjadi penguasa adalah jalan mudah masuk syurga. Jika kekuasaan itu membawa kebaikan, kemaslahatan, kesejahteraan dan keberkahan bagi rakyat yang dipimpin. Jika kekuasaan itu disalahgunakan, maka penguasa dianggap sebagai musuh Tuhan.

Kata Imam Al Ghazali. Tulisan ini untuk siapa? Untuk pribadi Buya, dan orang yang bekerja atau menjadi bagian dari Buya dalam menjalankan tugasnya sebagai Gubernur. (****)