Teror Penculikan Anak Kembali Muncul

 

 

Penculikan Anak

Teror penculikan anak kembali muncul di berbagai daerah, termasuk Jawa Timur. Para pelaku bahkan tak segan membunuh korbannya. Saatnya para orang tua meningkatkan pengawasan terhadap anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima banyak laporan tentang kasus dugaan penculikan dan perdagangan orang, khususnya anak-anak. Jika dirunut ke belakang, pengaduan yang menyangkut korban anak memang tidak sedikit.

Sepanjang tahun 2019 tercatat 244 kasus dengan jumlah tertinggi adalah anak korban eksploitasi seksual komersial (71 kasus). Lalu, anak korban prostitusi (64 kasus), anak korban perdagangan (56 kasus), dan anak korban pekerja (53 kasus).

Ketua KPAI Susanto mengingatkan para orang tua bahwa modus penculikan kini semakin beragam. ’’Orang tua, guru, dan masyarakat harus peka dengan gerak-gerik orang di sekitar,’’ katanya kemarin (9/2).

Dia menjelaskan, penculikan kerap terjadi di lingkungan yang memungkinkan. Misalnya, kondisi yang sepi atau lingkungan yang tidak memperhatikan anak. Pelaku biasanya mempelajari kondisi lingkungan sasaran. ’’Orang terdekat dengan anak harus hati-hati,’’ ucapnya.

Anak juga bisa diajari agar selalu pamit kepada orang dewasa di sekitarnya ketika akan bermain. Orang tua juga bisa mengetahui dengan siapa dan di mana anak bermain. Keterbukaan antara anak dan orang tua dapat meminimalkan penculikan. ’’Berikan literasi kepada anak agar mereka tidak rentan jadi korban,’’ tuturnya.

Komisioner KPAI Bidang Trafficking Ai Maryati Solihah mengatakan, awal tahun ini memang banyak pengaduan anak hilang. Dia mencontohkan kasus percobaan penculikan anak di Gresik. Namun, Ai belum mendalami kasus tersebut secara spesifik.

Berdasar catatan Jawa Pos, kasus di Gresik yang dimaksud Ai adalah percobaan penculikan yang menimpa Lia (nama samaran). Saat itu, siswi kelas V SDN itu hendak membeli camilan di toko kelontong dekat rumahnya di Desa Ngabetan, Cerme. Malam itu suasana desa sedang sepi dan gerimis.

Seorang driver taksi online bernama Achmad Muzzaki Maulana baru menurunkan penumpang di desa tersebut. Melihat Lia sendirian, pikiran jahat Zaki –apaan Achmad Muzzaki Maulana– muncul. Dia memaksa Lia masuk ke dalam mobilnya. Lia duduk di kursi dekat Zaki.

Warga Desa Banjarsari itu langsung memacu mobilnya keluar desa. Lia, rupanya, bukan anak perempuan penakut. Dia sadar Zaki hendak berbuat jahat. Bocah perempuan berambut sebahu itu dengan berani membuka paksa pintu mobil. Dia lalu melompat ke luar. Berguling-guling di jalan, lalu berteriak histeris.

Kampung yang semula sepi langsung riuh. Massa berhasil membekuk Zaki yang berusaha kabur. Pria 25 tahun bertubuh gempal itu nyaris tewas karena dihajar massa. Dalam pemeriksaan di kepolisian, Zaki mengaku diiming-imingi Rp 30 juta oleh seorang perempuan jika bisa menculik anak berumur 1–10 tahun. Polisi kini memburu perempuan yang disebutkan Zaki tersebut.

Kasus itu bukan satu-satunya di Gresik. Selama tiga tahun terakhir, ada empat kali kasus serupa. Tiga korban anak dan satu korban dewasa. Motif penculikan bermacam-macam. Mulai berebut hak asuh hingga faktor ekonomi.

Dugaan penculikan juga terjadi di Mojokerto. Kasus tersebut berakhir tragis dengan meninggalnya korban. Dari laporan Jawa Pos Radar Mojokerto, korban bernama Ardiyo Wiliam Oktaviano, siswa kelas IV SDN Ketamasdungus. Ardiyo ditemukan tewas di bawah Jembatan Gumul. Polisi menduga dia korban penculikan orang tak dikenal (OTK).

Menurut informasi, penculikan itu berawal saat Ardiyo didatangi seorang pria tak dikenal. Pria itu meminta diantar ke alamat rumah seseorang. Pelaku mengendarai motor. Ardiyo mau saja diajak pria tersebut naik motornya. Sejak itulah Ardiyo hilang. Pencarian pun dilakukan. Hasilnya, jasad Ardiyo ditemukan di bawah jembatan di hutan jati. Hingga kini polisi masih mengusut kasus tersebut.

Di Sidoarjo, percobaan penculikan anak juga sempat meresahkan para orang tua. Hingga kini ada empat kejadian. Awal September tahun lalu siswi kelas II MI nyaris diculik. Bocah 7 tahun itu didekati pengendara motor saat baru berjalan kaki pulang sekolah. AW, inisial bocah tersebut, dibujuk agar bersedia diantar hingga rumahnya.

Untung, aksi itu diketahui Rere Setya, salah seorang wali murid. Kecurigaan Rere makin menjadi lantaran pengendara terus mendesak AW agar mau diboncengkan. Seketika Rere berteriak memanggil AW. AW lari ke arah Rere. Pelaku kabur.

Kejadian serupa berulang pada 16 September 2019. Seorang siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah NU (Minu) Wedoro, Waru, berinisial FS hampir diculik. Modus penculikan sama. Berpura-pura menjemput siswa. Namun, kali ini pelakunya menyaru sebagai driver ojek online. Awalnya korban berjalan kaki pulang dari sekolah. Jarak rumahnya tak jauh. Nah, saat melintas di depan TK Muslimat Waru, seorang pengendara ojol mendekat. Pengendara itu mengaku sudah diorder orang tua korban. Namun, bocah 10 tahun tersebut tak percaya. Dia malah ketakutan. FS berlari menuju Balai Desa Wedoro.

Maraknya kasus penculikan anak membuat jajaran Polrestabes Surabaya meningkatkan kewaspadaan. Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sudamiran menjelaskan, kasus penculikan pernah terjadi pada 2018. Tidak tanggung-tanggung, Polrestabes Surabaya disibukkan oleh dua kasus penculikan anak pada Januari. ’’Beriringan kasusnya,’’ ucap polisi dengan dua melati di pundak itu.

Kasus pertama terjadi pada 16 Januari. Shakila, bocah 5 tahun, dilaporkan ibunya telah dibawa lari orang asing di Jalan dr Soetomo. Ahmad Wahyudi, pelaku yang akhirnya tertangkap dua hari berselang, mengaku ingin menjadikan korban sebagai anaknya.

Laporan penculikan anak selanjutnya terjadi pada 23 Januari. Korban bernama Vanessa yang berusia 9 tahun. Kejadian berawal dari kecelakaan saat Vanessa berboncengan motor dengan sang ibu di Jalan Nginden Intan. Astuti, sang ibu, baru sadar Vanessa hilang ketika sampai di rumah sakit. Siswa SD Muhammadiyah 4 Pucang itu tidak ada.

Lima jam setelah dikabarkan hilang, Vanessa ditemukan. Dia berada di SPBU Raci, Pasuruan. Bocah itu diduga sengaja ditinggalkan pelaku penculikan yang takut lantaran kabar penculikan viral di media sosial. (madi)

 

Tinggalkan Balasan