Jakarta – Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas pembangunan Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla untuk mengejar ketertinggalan guna meningkatkan daya saing nasional dan pemerataan pembangunan. Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur juga harus ramah lingkungan dan berkelanjutan sehingga manfaatnya dapat dirasakan generasi mendatang.
“Prinsip-prinsip pembangunan infrastruktur berbasis lingkungan dan berkelanjutan menjadi komitmen Kementerian PUPR mulai dari tahap survei, investigasi, desain, pembebasan tanah (land acquisition), konstruksi, hingga operasi dan pemeliharaan (SIDLACOM),” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat memberikan orasi ilmiah pada acara Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture (SML) XVIII dalam rangka memperingati HUT Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ke 51 tahun di Jakarta, Kamis (23/8/2018).
Dalam upaya meminimalkan dampak negatif pembangunan infrastruktur terhadap lingkungan, Menteri Basuki mengatakan, harus diperhitungkan secara cermat daya dukung lingkungan serta mengoptimalkan pengembangan seluruh potensi wilayah yang tersedia. Sebagai contoh, beberapa provinsi di Pulau Kalimantan tidak memiliki batu pecah dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang baik.
“Untuk mengatasi kondisi tersebut, dikembangkan berbagai teknologi berbasis material lokal dalam pembangunan infrastruktur, diantaranya pemanfaatan sandbase lapis pondasi aspal sebagai pondasi badan jalan, timbunan ringan dengan material dasar utama pasir untuk badan jalan di atas tanah lunak. Contoh lainnya adalah penggunaan batang pohon lontar sebagai bahan bangunan perumahan,” jelas Menteri Basuki.
Dalam restorasi lingkungan, Kementerian PUPR saat ini tengah melakukan revitalisasi danau, embung, reservoir air alami atau buatan yang mengalami masalah sedimentasi dan pertumbuhan eceng-gondok, diantaranya revitalisasi Danau Rawa Pening, Danau Limboto, Danau Tempe dan Danau Tondano. Kegiatan revitalisasi juga dikombinasikan dengan kegiatan-kegiatan yang didesain untuk menurunkan laju masukan sedimen ke tampungan air, seperti di Waduk Wonogiri, Bendungan Wlingi dan Bendungan Batujai.
“Pengurangan sedimen pada tampungan air akan memberikan tambahan volume air. Manfaatnya sama dengan pembangunan bendungan atau embung baru, dengan masalah sosial dan biaya yang bisa jauh lebih rendah.
Di kawasan perkotaan, Kementerian PUPR melakukan perbaikan kualitas air sungai seperti restorasi Sungai Cikapundung di Bandung, Banjir Kanal Timur di Semarang dan pengendalian pencemaran lingkungan akibat bau air Kali Sentiong menggunakan Teknologi Bioremediasi. “Untuk pengendalian banjir rob di Kota Semarang, akan ditangani melalui pembangunan jalan tol Semarang – Demak yang terintegrasi dengan pembangunan tanggul lautnya,” ujarnya.
Kota-kota yang ramah lingkungan juga terus didorong Kementerian PUPR dengan membangun ruang terbuka hijau, ruang publik, termasuk pembangunan kebun raya bersama LIPI. Selain contoh-contoh tersebut, Kementerian PUPR aktif mendorong pembangunan Green Buildings dan Green Roads di berbagai lokasi tanah air.
Turut hadir dalam acara tersebut Kepala LIPI Laksana Tri Handoko, Wakil Kepala LIPI Bambang Subiyanto, Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Anita Firmanti, Inspektur Jenderal Kementerian PUPR Widiarto, Dirjen Sumber Daya Air Hari Suprayogi, Dirjen Bina Marga Sugiyartanto, , Dirjen Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin, Dirjen Penyediaan Perumahan Khalawi AJ, dan Dirjen Pembiayaan Perumahan Lana Winayanti. (*)