Indeks
Opini  

Meneguhkan Transparansi Daerah dari Ranah Minang Oleh: Musfi Yendra Ketua Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat

Padang- Sumatera Barat mencatat sejarah penting dengan lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Perda ini termasuk yang pertama di Indonesia yang secara spesifik mengatur penyelenggaraan keterbukaan informasi di tingkat provinsi. Lebih dari sekadar produk hukum, Perda ini merupakan wujud nyata komitmen Sumatera Barat dalam mendorong pemerintahan yang terbuka, partisipatif, dan bertanggung jawab.

Inisiatif lahirnya Perda ini dari anggota DPRD Sumbar periode 2019-2024, dimotori oleh HM. Nurnas. Beliau sejak awal konsisten memperjuangkan keterbukaan informasi sebagai hak dasar warga negara. Ia melibatkan banyak pihak—Komisi Informasi, akademisi, hingga masyarakat sipil—untuk memastikan substansi peraturan ini berpihak pada kepentingan publik. Tanpa payung hukum yang kuat, semangat transparansi hanya akan berhenti di tataran wacana.

Perda ini memuat prinsip-prinsip dasar keterbukaan informasi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dalam aturan ini ditegaskan bahwa semua informasi yang dikuasai oleh badan publik bersifat terbuka, kecuali informasi tertentu yang secara sah ditetapkan sebagai informasi yang dikecualikan melalui mekanisme uji konsekuensi.

Kehadiran Perda ini menjadi penting karena memberikan pedoman teknis bagi badan publik di Sumatera Barat dalam menjalankan kewajibannya menyediakan informasi secara cepat, tepat, dan dapat dipercaya. Hal ini sejalan dengan semangat demokrasi, supremasi hukum, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Secara praktis, Perda ini mengatur hak dan kewajiban pemohon, pengguna informasi, dan badan publik selaku penyedia informasi. Pemohon berhak mendapatkan informasi publik secara sederhana dan terjangkau. Di sisi lain, pengguna informasi wajib memanfaatkannya secara bertanggung jawab. Adapun badan publik wajib membangun sistem layanan informasi yang terstruktur dan akurat.

Perda ini juga menegaskan peran strategis Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), yang dibentuk di setiap badan publik daerah. PPID bertugas menyimpan, mengelola, dan menyediakan informasi kepada masyarakat. Bahkan, jika terjadi sengketa informasi, atasan PPID menjadi pihak pertama yang bertugas menyelesaikannya secara administratif sebelum dilanjutkan ke Komisi Informasi.

Terkait klasifikasi informasi, Perda ini membaginya ke dalam beberapa kategori, antara lain: informasi yang wajib diumumkan secara berkala, informasi yang wajib diumumkan serta-merta terkait situasi darurat atau keselamatan publik, dan informasi yang wajib tersedia setiap saat. Dengan sistem klasifikasi ini, publik dapat mengetahui jenis-jenis informasi yang seharusnya mudah diakses tanpa harus melalui prosedur panjang.

Namun demikian, tidak semua informasi bisa diakses secara bebas. Ada informasi yang dikecualikan, seperti yang berkaitan dengan rahasia negara, keamanan nasional, atau data pribadi. Untuk menetapkannya, badan publik wajib melakukan uji konsekuensi terlebih dahulu. Jika hasilnya menyatakan informasi tersebut layak dikecualikan, maka dapat ditolak. Namun jika putusan Komisi Informasi menyatakan informasi itu terbuka, maka badan publik wajib memberikannya kepada pemohon.

Dalam hal pelayanan informasi, Perda ini juga menetapkan standar pelayanan yang jelas—mulai dari waktu respon, biaya, hingga mekanisme keberatan. Jika permintaan informasi ditolak tanpa alasan yang sah, pemohon bisa mengajukan keberatan hingga menggugat ke Komisi Informasi. Hal ini menjadi jaminan kepastian hukum sekaligus sarana pengawasan publik terhadap badan publik.

Tak hanya itu, Perda ini juga mengatur mekanisme bantuan kedinasan antar badan publik dalam situasi tertentu, seperti kondisi darurat. Dalam kondisi semacam ini, informasi dapat segera diberikan antar instansi tanpa birokrasi berbelit. Tujuannya tak lain adalah memastikan pelayanan publik tetap cepat dan responsif.

Untuk mengukur sejauh mana keterbukaan dilaksanakan, setiap badan publik diwajibkan menyusun laporan tahunan. Laporan ini mencakup jumlah permohonan informasi, permohonan yang dikabulkan atau ditolak, serta inovasi layanan yang dilakukan. Laporan ini harus diumumkan kepada masyarakat sebagai bentuk akuntabilitas. Badan publik yang baik akan mendapat apresiasi, sementara yang lalai bisa dikenai sanksi administratif, termasuk pemotongan anggaran.

Namun, implementasi Perda ini belum sepenuhnya ideal. Salah satu tantangan utamanya adalah belum terbit Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai aturan pelaksana teknis dari Perda tersebut. Tanpa Pergub, banyak ketentuan dalam Perda tidak bisa dijalankan secara rinci, seperti standar operasional prosedur (SOP), tugas PPID, hingga format pelayanan informasi. Akibatnya, pelaksanaan Perda ini bisa berbeda-beda antar instansi, dan berpotensi melemahkan semangat keseragaman yang menjadi ruh keterbukaan informasi.

Oleh karena itu, percepatan penyusunan dan pengesahan Pergub menjadi keharusan. Pergub harus hadir sebagai penjabaran teknis yang memudahkan pelaksanaan Perda di lapangan. Hanya dengan begitu, Sumatera Barat dapat benar-benar menjadi pelopor tidak hanya dalam aturan, tetapi juga dalam implementasi keterbukaan informasi publik yang bermartabat.

Perda Keterbukaan Informasi Publik ini adalah titik pijak penting dalam membangun ekosistem pemerintahan yang bersih, terbuka, dan melibatkan masyarakat. Tugas kita bersama—baik pemerintah, badan publik, maupun masyarakat—adalah menjaga semangat ini tetap menyala demi terwujudnya pemerintahan yang transparan dan demokratis.(**)

Exit mobile version