Oleh: Almadi
PADANG-Tanggal 8-8-2025, sudah 17 tahun tabloid Sumbar Post lahir, pada hari kelahiran ini, tak ada potong tumpeng atau kue ulang tahun, hanya segelas air putih di meja redaksi. HUT yang sederhana, tanpa gemerlap, tak punya bohir dibelakangnya.
Sumbar Post terbit 8-8-2008 lalu, awal terbit banyak yang memandang rendah, karena media mingguan. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 2010, demi mengimbangi kecepatan informasi, berdiri pula Sumbar Post.com, kala itu media online bisa dihitung dengan jari.
Kehadiran Sumbar Post online juga dipandang sinis, karena dinilai sama dengan Facebook. Meski dipandang remeh, tak membuat kami patah arang, media online Sumbar Post tetap menyajikan berita aktual dan terbaru menit itu juga.
Sumbar Post online kala itu digawangi oleh Ridho Syarlinto sempat menjadi pusat perhatian nara sumber, karena berita yang disajikan muncul menit itu juga. Perlahan, kepercayaan diri muncul, wartawan Sumbar Post mulai dapat tempat.
Mereka yang dulunya memandang sebelah mata, kini terdiam, tak lagi nyinyir membanggakan diri. Sumbar Post tetap bersahaja di tengah hiruk pikuk media online. Banyak yang menduga Sumbar Post media abal-abal, belum terdaftar di Dewan Pers. Padahal, Sumbar Post tahun 2015 sudah tercatat di buku putih Dewan Pers dan dinilai faktual.
“Inilah setitik harapan yang diakui secara nasional,” kata Wakil Pimpinan Umum Sumbar Post, Zulkifli Muncak dan Taufik wartawan Payakumbuh.
Maraknya media online membuat media cetak mulai ditinggalkan, dampaknya media cetak mulai kolaps, menuju kebangkrutan. Bisa kita bayangkan, begitu Matahari terbit, media cetak menghitung kerugian jutaan Rupiah. Beruntung pula Sumbar Post punya Hendra S Harahap S.PI. SH perwakilan Provinsi Riau, berkat dukungannya media ini bisa lancar terbit.
Bagi tabloid Sumbar Post yang terbit sekali seminggu, coba bertahan dari gempuran yang datang silih berganti. Namun, ada juga pengobat hati, hadirnya tamu Wannofri Samry dosen dari Universitas Andalas ke redaksi. Dia selaku sejarahwan menjadikan tabloid Sumbar Post sebagai bahan untuk penelitian.
Wannofri Samry menilai tabloid Sumbar Post satu-satunya media cetak yang tetap eksis terbit setiap minggu. Dia melihat bundelan atau arsip tabloid ini yang sudah dijilid rapi sejak awal terbit hingga sekarang.” Ini barang langka, jika tak perlu lagi Unand bersedia merawatnya,” ujar dosen sejarah yang juga mantan wartawan itu.
Kemudian yang membanggakan kami, dijadikanya Sumbar Post tempat magang oleh tiga orang mahasiswa Universitas PGRI Sumbar selama dua bulan. Mereka langsung didik jadi wartawan terampil yang punya dedikasi tinggi.
Beginilah Sumbar Post, tak punya orang besar, cuma punya hati yang besar. Meski banyak yang meninggalkan hutang besar. (**)