Indeks

Kualitas Rumah Subsidi dan KPR Bagi Pekerja Informal Menjadi Perhatian Menteri Basuki

Jakarta—Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan pertumbuhan KPR bersubsidi yang cukup tinggi hingga 20% harus diikuti oleh kualitas rumah yang dijual. “Saya rasa ini membanggakan, namun disisi lain Kementerian PUPR bertanggung jawab untuk melindungi konsumen.

Pertumbuhan KPR juga harus dibarengi pelayanan lebih baik kepada masyarakat mulai dari sanitasi, air bersih, dan kualitas rumahnya. Apalagi bila menyangkut KPR subsidi saya berwenang. Saya bertanggung jawab untuk mengawasi karena ada uang negara disitu,” kata Menteri Basuki dalam sambutan pembukaan Indonesia Properti Expo (IPEX) 2018, di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Sabtu (3/2/2018).

Menteri Basuki menambahkan untuk meningkatkan pengawasan rumah bersubsidi, Kementerian PUPR sudah menyiapkan rancangan peraturan Menteri PUPR dan diharapkan rampung dalam waktu dekat dan bisa dilaksanakan tahun ini. “Spesifikasi teknis rumah layak huni sudah ada, namun implementasi dalam pembangunan rumahnya yang memerlukan peningkatan pengawasan,” jelas Menteri Basuki.

Tahun 2017, nilai transaksi IPEX yang diselenggarakan Bank BTN mencapai Rp 7 triliun dari target Rp 4 triliun. Pada pameran tahun 2018, nilai transaksi ditargetkan bisa mencapai angka yang sama dengan tahun 2017 dari sisi realisasi. Turut hadir dalam acara tersebut antara lain Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Khalawi Abdul Hamid, Direktur Jenderal Cipta Karya Sri Hartoyo, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Danis H. Sumadilaga dan Direktur Utama Bank BTN Maryono.

Disamping kualitas rumah KPR bersubsidi, Menteri Basuki juga mendorong perbankan untuk memberikan akses KPR Mikro bagi pekerja informal. Oleh karenanya Ia mengapresiasi Bank BTN yang memiliki program KPR Mikro untuk pekerja informal dan telah menyalurkannya kepada penjual bakso dan tukang cukur.

“Saya rasa para pekerja informal juga memiliki kemampuan mengangsur. Saya berbicara dengan Ketua Perkumpulan Tukang Cukur asal Garut yang menjadi langganan saya di Pasar Santa yang setiap bulannya mampu menyisihkan uang sebesar Rp 500.000,” kata Menteri Basuki.

Kementerian PUPR sendiri menyalurkan bantuan pembiayaan perumahan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM). Capaian Kementerian PUPR selama 3 tahun (2015-2017) dalam penyaluran FLPP & SSB mencapai 527.941 unit dan SBUM mencapai 282.729 unit.

Tahun 2018, subsidi FLPP dan SSB dialokasikan untuk 267.000 unit dan SBUM sebanyak 267.000 unit rumah. Untuk FLPP, Kementerian PUPR melalui Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP), Ditjen Pembiayaan Perumahan pada tahun 2018 akan menyalurkan KPR Subsidi melalui bank pelaksana sebesar Rp 4,5 triliun yang terdiri Rp 2,2 triliun berasal dari DIPA dan Rp 2,3 triliun dari optimalisasi pengembalian pokok untuk 42.326 unit rumah MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah).

Tahun 2018, jumlah bank pelaksana sebanyak 40 bank terdiri dari 6 bank nasional dan 34 bank pembangunan daerah (BPD) atau meningkat dibanding tahun 2017 sebanyak 33 bank. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, keberhasilan penyaluran KPR subsidi FLPP tidak hanya diukur dari besarnya kredit yang tersalurkan, melainkan juga harus dilihat kualitas rumah subsidi yang dibangun pengembang, sehingga keluhan konsumen bisa direspon dengan baik.

“Penyaluran FLPP, SSB dan program pembiayaan perumahan lainnya, semua bank mempunyai kesempatan yang sama memanfaatkan fasilitas itu. Tidak ada larangan bank yang sudah menyalurkan SSB untuk juga dapat menyalurkan FLPP,” jelasnya.

Melalui KPR FLPP, MBR menikmati uang muka 1 persen, bunga tetap 5 persen selama masa kredit maksimal 20 tahun, bebas PPn dan bebas premi asuransi. Sementara syarat penerima subsidi diantaranya adalah gaji/penghasilan pokok tidak melebihi Rp 4 juta untuk Rumah Sejahtera Tapak dan Rp 7 juta untuk Rumah Sejahtera Susun. (*)

Exit mobile version