Kementerian PUPR Lakukan Registrasi Alat Berat Konstruksi

IMG-20180106-WA0006

Jakarta – Masifnya pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia tentunya harus didukung dengan kesediaan rantai pasok sumber daya konstruksi yang mencukupi. Rantai pasok yang dimaksud adalah badan usaha jasa konstruksi, bahan bangunan/material, peralatan konstruksi, teknologi konstruksi, dan tenaga kerja konstruksi yang semuanya menjadi elemen industri konstruksi nasional.

Estimasi kebutuhan di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2018 akan material dan peralatan konstruksi, antara lain aspal minyak sebanyak 921,58 ribu ton, semen 3,90 juta ton, baja 1,57 juta ton, alat berat 8.890 unit, dan beton pracetak 4,73 juta ton.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan pengunaan material, alat berat, dan sumber daya manusia diutamakan bersumber dari dalam negeri. “Ini adalah komitmen Pemerintah memaksimalkan sumber daya dalam negeri. Sebagai contoh Kementerian PUPR telah bekerjasama dengan PT. PAL untuk memproduksi bentang tengah Jembatan Holtekamp dan memesan alat berat produksi PT. Pindad,” kata Menteri Basuki.

Perbaikan sistem rantai pasok konstruksi juga dilakukan Kementerian PUPR, salah satunya dengan memberlakukan registrasi alat berat seperti bulldozer, grader, dump truck hingga excavator. Melalui sistem registrasi akan memberikan banyak manfaat bagi Pemerintah selaku pengguna jasa, para kontraktor maupun supplier.

“Saat ini proses registrasi sudah dimulai. Melalui registrasi akan terekam data jenis alat beratnya, siapa pemiliknya, nomor sasis dan bisa diketahui secara real time,” kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin di Jakarta (5/1/2018).

IMG-20180106-WA0005 IMG-20180106-WA0007

Dari sekitar 70 ribu alat berat untuk kebutuhan konstruksi di Indonesia, baru 15 persen yang sudah teregistrasi. Oleh karenanya peran aktif para pemilik untuk mendaftarkan alat beratnya akan mempercepat penyelesaian proses registrasi.

Dengan proses registrasi ini, bagi perusahaan konstruksi yang mengikuti pelelangan akan diketahui kepemilikan alat beratnya dan lokasi alat berat tersebut berada. Selama ini pengguna jasa hanya mengetahui dari dokumen perusahaan yang disampaikan kepada kelompok kerja pengadaan barang dan jasa.

Informasi ketersediaan alat berat dan kebutuhannya di setiap provinsi juga dapat terlihat sehingga menjadi informasi awal bagi para pengusaha alat berat untuk lebih aktif memasarkan alat beratnya pada daerahnya yang mengalami minus alat berat.

Dengan demikian informasi kapan dan jangka waktu penggunaan alat berat oleh kontraktor dapat diketahui. Termasuk informasi besaran tarif sewa dan pemilik alat berat tersebut. Di negara maju hal ini telah menjadi praktek yang lazim dilakukan di dunia konstruksi. (*)

Tinggalkan Balasan