Indeks

Kementerian PUPR Intensifkan Upaya Non Fisik Guna Kurangi Risiko Banjir

Jakarta — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melakukan upaya fisik dan non fisik untuk mengurangi risiko bencana banjir di Indonesia. Pembangunan infrastruktur fisik seperti bendungan, bendung, embung, normalisasi sungai, banjir kanal dan lainnya, tidak akan bisa menyelesaikan masalah banjir sehingga harus diikuti dengan pendekatan non fisik.

Seperti adanya sinergi antar Kementerian/Lembaga dan komunitas peduli sungai, penataan ruang, penghijauan kawasan hulu sungai serta edukasi kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai.

“Banjir tidak bisa dihilangkan sama sekali. Infrastruktur yang dibangun seperti bendungan dibangun untuk mengurangi banjir misalnya periode ulangan 50 tahun. Apabila hujan yang turun lebih besar dari itu tentu akan mengakibatkan banjir,” kata Direktur Jenderal Sumber Daya Air Hari Suprayogi pada acara jumpa pers mengenai Update Penanganan Banjir Tahun 2019 di Media Center Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (30/1/2019).

Dikatakan Hari, Kementerian PUPR bekerja sepanjang tahun dalam pembangunan infrastruktur pengendali banjir. Pada saat terjadi bencana banjir, Kementerian PUPR juga turut membantu dalam penanggulangan banjir di bawah kordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Dalam periode 2015-2018, Kementerian PUPR melalui Ditjen SDA telah membangun pengendali banjir seperti pembangunan tanggul sungai dan kanal banjir yang tersebar di seluruh Indonesia sepanjang 869 km dengan total biaya Rp 15,928 triliun.

Pada tahun 2019, pembangunan akan dilanjutkan sepanjang 131 km dengan anggaran sebesar Rp3,894 triliun. Diantaranya adalah pembangunan sistem pompa Sungai Bendung di Palembang dan Sentiong di Jakarta.

“Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan pengendali banjir adalah masalah sosial dalam pengadaan tanah. Salah satunya program normalisasi Sungai Ciliwung berupa pembangunan tanggul sungai sepanjang 33 km masih menunggu pembebasan lahan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dari 33 Km, telah diselesaikan 17 km atau setengahnya,” jelas Hari.

Pemeliharan terhadap tanggul/tebing sungai dan kanal banjir yang sudah dibangun juga dilakukan agar tetap berfungsi optimal. Pemeliharan tanggul dan tebing sungai pada 2015-2019 ditargetkan sepanjang 18.050 km dan kanal banjir yang dipelihara sepanjang 599 km.

Untuk memastikan kondisi infrastruktur pengendali banjir, dilakukan penelusuran atau _walkthrough_ sungai utama oleh 34 Balai Besar/Balai Wilayah Sungai Kementerian PUPR di seluruh Indonesia.

Alat berat dan bahan banjiran juga disiapkan di seluruh Balai/Balai Besar Wilayah Sungai dengan total 657 unit peralatan yang terdiri 122 excavator, 51 amphibious excavator, 96 dumptruck, 23 trailer truck, 75 pick up, 74 mobile pump, 196 perahu karet dan 20 mesin outboard. Untuk bahan banjiran, Ditjen SDA juga menyiapkan 242.633 buah kantong pasir, 5.968 buah geobag dan 41.798 buah kawat bronjong.

Untuk pengendalian banjir di Ibukota Jakarta, Kementerian PUPR tengah membangun dua bendungan kering yakni Bendungan Ciawi dan Sukamahi. Kedua bendungan akan berkontribusi mengurangi debit puncak banjir Sungai Ciliwung yang masuk Jakarta. Kedua bendungan ditargetkan rampung pada tahun 2020.

“Progres Bendungan Ciawi dan Sukamahi yakni proses pembayaran lahan terus dilakukan. Berita bagus kalau tanah sudah bisa dibayar karena progres fisik akan lebih cepat. Awal februari juga akan dilakukan proses pembayaran lahan di Ciawi dan Sukamahi,” ,” kata Hari. Progres fisik Bendungan Ciawi saat ini 9,24% dan Sukamahi sebesar 13,76%, dengan progres pembebasan lahan masing-masing sebesar 49,70% dan 36,52%.

Mitigasi bencana banjir juga memerlukan kerjasama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) lain karena dilakukan dari hulu hingga hilir sungai salah satunya melalui Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA).

GNKPA didukung oleh delapan K/L yakni Kementerian PUPR, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, dan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Melalui GNKPA, setiap K/L memiliki tanggung jawab dalam mencegah kerusakan lingkungan dan pengendalian bencana banjir.

Pemahaman dan peran serta masyarakat untuk menjaga kawasan hulu juga diperlukan seperti perbaikan cara bertanam di lereng bukit melalui penggunaan terasering. “Pertanian tanaman cabut seperti bawang, kentang, dan wortel di lereng bukit tanpa menggunakan terasering mengakibatkan tingginya sedimentasi di sungai serta rawan longsor,” kata Hari.

Turut hadir Sekretaris Ditjen SDA Muhammad Arsyadi, Kepala Pusat Bendungan Ni Made Sumiarsih, dan Kepala Pusat Air Tanah dan Air Baku Amir Hamzah. (*)

Exit mobile version