Padang – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Dr Arcandra Tahar mengungkapkan bahwa sebenarnya di indonesia masih banyak minyak yang tersisa. “Oil masih tersedia, tapi teknologinya yg belum tersedia, teknologi sekarang hanya mampu mengambil 40-50% dari oil yg ada.
Saat memberikan kuliah umum kepada mahasiswa di UNP, Kamis (20/10), Arcandra menyebut, teknologi menjadi aktor utama dalam pengambilan minyak dari perut bumi. “Peran teknologi agar bisa mengambil sisa minyak dengan maksimal itu sangat penting.”Karena minyak yang tersisa itu jauh lebih banyak daripada yg sudah diambil,” papar Arcandra.
Sebelum Wakil Menteri ESDM dm, Arcandra Tahar acara kuliah umum yang dibuka dengan sambutan oleh rektor UNP, Prof. Ganefri. Tema yg diusung dalan kuliah umum ini adalah meningkatkan daya saing bangsa di bidang energi.
Dalam paparannya, arcandra mengungkapkan bahwa sebenarnya di indonesia masih banyak minyak yang tersisa. “Oil masih tersedia, tapi teknologinya yg belum tersedia, teknologi sekarang hanya mampu mengambil 40-50% dari oil yg ada.” tandasnya.
Arcandra menyebut, selama ini, ada aturan yang mewajibkan para investor harus membayar pajak terkait dengan kegiatan eksplorasi yang dilakukan. “Padahal yang namanya eksplorasi belum tentu dapat apa
yang diinginkan oleh investor tersebut, tapi sudah kena pajak duluan. Padahal mereka sudah berinvestasi ratusan miliaran,” katanya.
Selain itu, lamanya proses perizinan investasi di Indonesia juga menjadi faktor pelengkap suramnya iklim investasi. Investor yang ingin melakukan eksplorasi harus menunggu berbulan-bulan hanya untuk mendapatkan izin. “Tentu ini yang menjadi tantangan bagi Kementerian ESDM,” ujarnya.
Selain itu kata Arcandra, dengan potensi energi dari fosil atau minyak yang dimiliki saat ini, negara harus telah memikirkan sumber energi baru dan terbarukan. Misalnya dengan memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada, apakah itu angin, gelombang, dan sumber energi terbarukan lainnya. “Indonesia tak memiliki kekayaan minyak sebanyak yang kita bayangkan. Untuk itu, tentu perlu mencari cadangan agar Indonesia tidak kekurangan minyak,” katanya.
Arcandra juga menyatakan biaya eksplorasi minyak dalam rangka mencari cadangan baru itu mahal karena tingkat kesulitannya tinggi dan harus menggunakan teknologi mutakhir. Sekali mencari minyak di laut dalam, satu bor biayanya bisa sampai 250 juta dolar Amerika Serikat (AS).
“Biasanya dibutuhkan tiga sampai empat kali pencarian dengan total biaya mencapai Rp13 triliun. Oleh sebab itu, perusahaan hebat dengan teknologi canggih dan orang-orang terbaik dalam mencari minyakpun hanya satu kali berhasil mendapatkan minyak setelah lima kali mencarinya,” ceritanya.
Jika saat mencari tersebut ternyata tidak ditemukan minyak maka uang Rp13 triliun tadi sudah jadi abu, tidak berbekas sama sekali. “Pertanyaannya, apakah ada orang Indonesia yang berani menanamkan uang Rp13 triliun dengan asumsi kalau dapat minyak oke, kalau tidak ketemu tidak apa-apa, hampir dipastikan tidak ada yang mau,” tuturnya.
Terkait dengan investor, kata Arcandra Tahar, selain akan menggenjot pihak asing juga akan merangsang investor dari lokal untuk mengembangkan SDA yang ada di Indonesia. “Sebenarnya kalau terlalu banyak investor lokal juga tidak bagus karena tidak semua perusahaan lokal itu
Arcandra menjelaskan, untuk membangun kemandirian bangsa dibutuhkan beberapa hal, yaitu SDA yang ada dimanfaatkan dengan prinsip kebermanfaatan untuk kemakmuran rakyat Indonesia, kesepahaman dalam kedaulatan energi, dan investasi yang harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Arcandra Tahar juga mengatakan, pihaknya harus segera menyiapkan rencana agar eksplorasi migas tak terus mengalami penurunan. Dia menambahkan bahwa penurunan eksplorasi migas sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. “Sektor hulu migas itu dimulai dengan eksplorasi,” kata Arcandra Tahar.
Salah satu hal yang ditengarai menyebabkan penurunan eksplorasi migas adalah Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010. Menurut Arcandra, dalam waktu dekat revisi PP tersebut akan ditandatangani. Dalam pembahasan revisi, Arcandra mengaku sudah berdiskusi dengan stakeholder terkait