Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Ditjen Bina Konstruksi kembali menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi pekerja konstruksi tingkat terampil yang diikuti sebanyak 7.687 peserta.
Pekerja konstruksi yang mengikuti sertifikasi yakni adalah tukang, mandor, drafter, surveyor, pelaksana dan pengawas proyek. Hal ini sebagai tindaklanjut arahan Presiden Joko Widodo bahwa Pemerintah akan fokus dalam pengembangan SDM Indonesia selain pembangunan infrastruktur.
Sertifikasi tenaga konstruksi merupakan upaya Kementerian PUPR meningkatkan kompetensi dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) konstruksi nasional agar memiliki daya saing dalam kompetisi global.
Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Anita Firmanti yang mewakili Menteri PUPR Basuki Hadimuljono membuka acara Percepatan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi dan Bimbingan Teknis Keahlian Konstruksi Tahap II Tahun 2018 di Kantor Balai Jasa Konstruksi Wilayah Jakarta, Senin (3/10/2018), mengatakan peningkatan tenaga konstruksi yang bersertifikat merupakan salah satu tantangan pembinaan jasa konstruksi ke depan.
“Tantangan utama pembangunan infrastruktur saat ini adalah peningkatan daya saing dan keunggulan kompetitif pada sektor konstruksi. Untuk menjawab tantangan tersebut perlu peran aktif pemangku kepentingan jasa konstruksi untuk sinergikan kekuatan nasional dalam rangka pertahankan pasar nasional dan merebut pasar konstruksi regional,” ujar Anita.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin mengatakan sertifikasi tenaga konstruksi yang selama ini didorong Kementerian PUPR telah terbukti diakui di tingkat Internasional.
“Terbukti sebanyak 400 tenaga kerja konstruksi Indonesia yang sudah bersertifikat dapat bekerja dalam proyek infrastruktur di Aljazair dalam pembangunan rumah dan jalan. Semuanya itu merupakan hasil sertifikasi yang dilakukan Kementerian PUPR dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK),” ujar Syarif.
Amanat Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 70 mengatur bahwa setiap pekerja konstruksi yang bekerja di sektor konstruksi wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja. Sertifikasi juga diperlukan untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja konstruksi yang diakibatkan oleh kurang terampilnya SDM yang bekerja.
“Sertifikat membuktikan bahwa tenaga kerja kita itu kompeten dibidangnya. Sehingga kualitas pekerjaan yang kita harapkan bisa terjamin. Kondisinya saat ini, dari 8,1 juta tenaga kerja kontruksi Indonesia, yang mempunyai sertifikat tidak sampai 10%,” kata Syarif.
Ketua Penyelenggara yang juga sebagai Kepala Balai Jasa Konstruksi Wilayah III Jakarta, Riky Aditya Nazir menyebutkan bahwa sertifikasi tersebut diselenggarakan dari tanggal 17 September s/d 5 Oktober 2018 di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten sebanyak dua tahap.
Kegiatan Tahap 1 pada tanggal 17-27 September 2018 yang diikuti sebanyak 3.887 peserta dan dilanjutkan tahap 2 pada tanggal 3-5 Oktober 2018 yang diikuti sebanyak 3.800 peserta. Sertifikasi diikuti pekerja dari 110 PROYEK APBN, BUJT, swasta, APBD Provinsi dan Kota di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Selain sertifikasi, juga diselenggarakan pelatihan Bimtek Keahlian Konstruksi yang diikuti oleh 429 orang peserta dari Kementerian PUPR maupun perusahaan konstruksi. Turut hadir dalam acara tersebut Dirjen Bina Marga Sugiyartanto dan Dirjen Cipta Karya Danis H. Sumadilaga. (*)