Jakarta—Penyediaan infrastruktur jalan dan jembatan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tidak hanya fokus pada pembangunan saja. Aspek pemeliharaan juga penting, bahkan dibutuhkan biaya lebih besar agar kondisi jalan dan jembatan selalu dalam kondisi mantap.
Tahun 2018, Kementerian PUPR mengalokasikan 57% dari Rp 41,6 triliun anggaran di Direktorat Jenderal Bina Marga untuk pemeliharaan jalan dan jembatan. Upaya lainnya adalah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dalam pengendalian beban kendaraan melalui jembatan timbang.
“Tanpa pengendalian ODOL (Over Dimension Over Loading), kita akan kesulitan menjaga keberlanjutan jalan. Untuk itu kita siap duduk bersama dengan Kementerian Perhubungan apakah tugas pemeliharaan jalan juga mencakup jembatan timbang,” kata Menteri Basuki dalam sambutannya membuka acara Konferensi Regional Teknik Jalan (KRTJ) ke-14 bertema “Jalan, Mobilitas, Keberlanjutan” yang diselenggarakan oleh Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI) di Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Pengendalian ODOL juga dibutuhkan karena mulai tahun 2019, Kementerian PUPR untuk pertama kalinya akan menggunakan metode _availability payment_ (AP) dalam pembangunan dan pemeliharaan jalan nasional. Anggarannya sebesar Rp 5,1 triliun yang dilakukan di tiga provinsi yakni Provinsi Riau, Sumatera Selatan dan Papua.
Melalui metode ini, pembangunan dan pemeliharaan jalan didanai terlebih dahulu oleh pihak swasta, kemudian Pemerintah akan membayar tingkat layanan jalan yang diberikan per tahunnya.
“Ini merupakan salah satu bentuk inovasi menjaga keberlanjutan jalan dari sisi pembiayaan. Saya juga menantang anggota HPJI untuk memunculkan satu inovasi teknologi melalui konferensi ini yang bisa diterapkan dalam pembangunan jalan dan jembatan di Indonesia. Saya akan memberikan _reward_,” jelas Menteri Basuki.
Menteri Basuki menyebut pembangunan Jembatan Holtekamp di Provinsi Papua menjadi contoh penerapan inovasi teknologi mulai dari pembuatan sampai pengangkutannya. Jembatan ini adalah jembatan pelengkung baja pertama yang dibuat utuh di tempat lain dan dikirim ke lokasi proyek menggunakan kapal sejauh 3.200 km. Hasilnya penyelesaian jembatan lebih cepat 6 bulan dari rencana awal.
HPJI juga didorong untuk mengutamakan keamanan dan keselamatan dalam pelaksanaan konstruksi jalan dan jembatan. BUMN PT. Waskita Karya dan PT. Adhi Karya saat ini sudah memiliki Direktur QSHE (Quality, Health, Safety, and Environment) sebagai tindak lanjut dari rekomendasi Menteri PUPR.
Sementara itu Ketua Umum HPJI Hediyanto W. Husaini mengatakan selain aspek inovasi pembiayaan dan teknologi, keberlanjutan jalan juga harus memperhatikan aspek perencanaan dan ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Pembangunan infrastruktur jalan harus dapat menjamin kontinuitas keseluruhan aspek tersebut.
“Dalam pembangunan jalan dan jembatan terutama di perkotaan perlu diperhatikan teknologi yang tepat sehingga tidak hanya mempertimbangkan biaya pembangunannya saja namun juga biaya yang ditanggung oleh pemakai jalan seperti kemacetan,” jelasnya.
Turut hadir dalam acara tersebut antara lain Dirjen Bina Marga Arie Setiadi Moerwanto dan Kepala Balitbang Danis H. Sumadilaga, para tokoh dibidang jalan dan jembatan, anggota HPJI dari berbagai daerah dan para Pejabat Tinggi Pratama di Lingkungan Kementerian PUPR. (*)