JAKARTA- Menteri BUMN Erick Thohir akan mengkaji ulang (review) peran beberapa holding BUMN seperti PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) atau SIG, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni), Pelindo Group, dan PT ASDP Indonesia Ferry.
Review tersebut, menurut Erick, merupakan salah satu inisiatif besar yang akan Kementerian BUMN paparkan kepada Presiden Prabowo untuk mendukung program Asta Cita presiden seperti ketahanan pangan, kemandirian energi, serta lain-lain.
“Karena waktu kami gabungkan klaster dari 24 ke 12, kami belum melakukan generic holding. Ini hanya merger dan konsolidasi tapi belum operasinya,” ujar Erick dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Kamis (5/12/2024).
Untuk itu, dalam lima tahun ke depan, Kementerian BUMN bakal mendefinisikan jenis peran apa yang bisa dijalankan oleh holding-holding BUMN apakah peran strategis atau operasi.
“Kami lagi lihat mengenai data, number, standard operation procedure (SOP), dan penugasan. Kami coba lihat secara helicopter view bukan hanya strategic,” ujar Erick.
Pembahasan mengenai peran holding SIG sempat dikemukakan Wakil Ketua Komisi VI DPR Andre Rosiade dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama SMGR. Andre berpandangan, kinerja dan strategi SMGR saat ini perlu dievaluasi karena performa SIG kalah bersaing dengan kompetitor swasta nasional.
Padahal, SMGR memiliki 23 pabrik rotary kiln, lebih banyak dibandingkan pabrik rotary kiln PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) yang berjumlah 12, dan PT Cemindo Gemilang Tbk (CMNT) yang memiliki 2 pabrik rotary kiln.
“Kita evaluasi saja holding ini tidak efektif. Kita harus evaluasi operating untuk menjadi strategic holding. Ada InJourney contohnya. Holding itu menetapkan KPI, SOP. Nanti, anak perusahaan bekerja lebih maksimal dan gesit. Jangan maksain operating holding ini. Kita akan usulkan ke Kementerian BUMN untuk dievaluasi,” ucap Ade.
Menanggapi usulan tersebut, Direktur Utama SIG Donny Arsal bilang, pembicaraan menyangkut peran holding tersebut perlu dibicarakan dengan Kementerian BUMN selaku pemegang saham utama SMGR.
“Strategic issue yang disampaikan, kendala-kendala yang dihadapi, kami ikut saja. Yang kedua, kinerja kami juga memang perlu ditinjau ulang, saya sepakat,” Donny mengakui.
Holding SIG di antaranya membawahi PT Semen Padang, PT Semen Gresik, PT Semen Tonasa, PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SBI) atau SMCB, PT Semen Kupang Indonesia, PT Kawasan Industri Gresik (KIG), PT Semen Indonesia Beton, PT Semen Indonesia (Aceh), dan PT Semen Indonesia Internasional (SSI).
Dirinya menganggap, pandangan anggota DPR RI merupakan masukan konstruktif sebagai mitra yang tentunya bertujuan untuk saling menjaga satu sama lain. Terlebih, di tengah kompetisi yang ketat seperti sekarang, dibutuhkan agility dan kecepatan dalam menghadapi perubahan.
“Kami harapkan, dengan adanya semen hijau (green cement) tentu bisa membatasi juga. Tidak semua pemain industri semen masuk ke green cement. Jadi, kalau pemerintah tendernya mensyaratkan green cement, berarti cement kami yang memenuhi kriteria,” imbuh Donny.
Sampai kuartal III-2024, emiten semen BUMN tersebut tercatat membukukan laba bersih jeblok sebesar 58% dari Rp 1,71 triliun, menjadi Rp 719 miliar imbas dari menurunnya pendapatan SMGR yang semula menghasilkan Rp 27,66 triliun, menjadi Rp 26,29 triliun.
Beban pokok pendapatan dan beban lain SMGR seperti beban penjualan juga menjadi penyebab laba perseroan turun pada 9M204 ini. Merujuk pada laporan konsolidasian, beban pokok pendapatan SMGR bertambah menjadi -Rp 20,27 triliun dibanding sebelumnya -Rp 20,22 triliun, sehingga laba kotor SMGR tergelincir menjadi Rp 6 triliun. Diikuti lagi, peningkatan dari beban penjualan sebesar 4,43% menjadi Rp 1,86 triliun.
Sedangkan, dari sisi beban umum dan administrasi, SMGR mampu melakukan sedikit efisiensi dari sebelumnya tekor -Rp 2,28 triliun, menjadi -Rp 2,26 triliun. Termasuk beban keuangan yang pada periode Januari-September 2024 ini lebih kecil menjadi Rp 938 miliar dari sebelumnya Rp 1 triliun. Ditopang dengan penghasilan keuangan yang lebih tinggi menjadi Rp 161 miliar, ketimbang sebelumnya Rp 136 miliar. (*)