Indeks

Meminangkabaukan Minangkabau

Arus globalisasi sangat deras menghanyutkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Hal ini membuat budaya asli daerah menjadi termarjinalkan di negeri sendiri. Sehingga berakibat pada lunturnya nilai kebudayaan daerah tersebut pada generasi muda.

Khususnya di Minangkabau, banyak generasi muda sudah tidak bisa memahami budaya nya sendiri, atau lebih mirisnya tidak tertarik dengan budaya yang mereka miliki. Padahal jika ditelusuri lebih dalam, mungkin budaya Minangkabau lebih menarik dari budaya lainnya diatas dunia ini.

Tak hanya generasi muda, generasi tua pun juga tidak terlalu paham dengan lika liku budaya Minangakabau itu sendiri. Sebagai contoh ninik mamak serta pemangku adat di Minangkabau, sudahkah menjalankan perannya masing-masing.?

Namun pada kenyataannya, ninik mamak di Minangkabau belumlah menjalankan  peran yang seharusnya dijalankan. Kebanyakan peran ninik mamak hanya untuk menikahkan anak kemenakannya saja, atau paling tidak mengurus harta pusaka yang ada pada kaumnya.

Disamping itu juga ninik mamak dan pemangku adat juga ragu atau bertahan dengan  pendapat masing-masing dengan asal usul Minangkabau itu sendiri. Wajar saja mereka bersikap demikian, mengingat banyak versi yang mengatakan asal usul Minangkabau.

Untuk itulah, mengatasi keragu-raguan dengan budaya Minangkabau, Dinas Kebudayaan Sumatera Barat mencoba memetakan rencana strategis jangka menengah hingga 2021 yang akan  datang.

Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar Taufik Efendi memaparkan,rencana tersebut berlandaskan pada UU no 23 tahun 2015 tentang pemerintah daerah, dimana isinya berbunyi urusan kebudayaan masuk wajib non pelayanan dasar. Serta sudah ada lampiran masing-masing pekerjaan antara pemerintah pusat dan daerah.

Dinas kebudayaan dikatakan Taufik memiliki beberapa pekerjaan  pokok. Pekerjaan tersebut pertama adalah menelusuri kembali sejarah Minangkabau, kedua mengurus warisan budaya,ketiga mengurus nilai tradisi, keempat mengurus produk kebudayaan, serta kelima mengurus adat istiadat.

“Kelima  tugas pokok Dinas Kebudayaan Sumbar bukanlah pekerjaan yang mudah. Butuh sinergitas semua pihak dalam merealisasikan tugas tersebut. Seperti sejarawan, budayawan, ninik mamak, pemangku adat, serta pihak lainnya yang berkompeten,”papar pria yang hobi olahraga futsal ini.

Taufik mencontohkan masih terpilah-pilahnya asal usul sejarah Minangkabau. Dalam versi sejarawan dikatakan Tambo bukanlah bukti ilmiah, sementara pemangku adat mengatakan tambo merupakan bukti ilmiah menjelaskan asal usul Minangkabau. Perbedaan pendapat lainnya juga perihal lahirnya Perjanjian Piagam Marapalam,dan saling klaim nya 60 lebih kerajaan di Minangkabau tentang siapa yang yang paling tua berdiri,serta masih banyak perbedaan lainnya.

Ia mengakui banyak sejarah tentang Minangkabau mengemuka ditengah tengah masyarakat, namun banyak juga yang menimbulkan pertanyaan yang tidak bisa dijawab dari pendapat yang mengemuka itu sendiri, sehingga menjadi kontradiktif.

Untuk itulah, guna mengurai benang kusut dari banyaknya versi perihal Minangkabau itulah, pihaknya berencana pada 2018 mendatang akan menggelar Kongres Sejarah Minangkabau dengan mengundang pakar sejarah, pemangku adat berkompeten, serta unsur dari pihak terkait lainnya.

Kongres itu nantinya berguna untuk menyamakan persepsi dari perbedaan yang ada, agar nantinya generasi muda bisa dengan mudah memahami sejarah lahirnya Minangkabau.

”Sekarang ini terus terang generasi muda bingung sejarah yang sebenarnya asal usul Minangkabau ini, karena banyak versi itu. Maka dari itulah kita samakan persepsi, terus menjadi buku sejarah, sehingga sejarah Minangkabau mudah dipahami,”tutur Taufik.

Program lainnya yang akan dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan Sumbar dikatakan Taufik adalah akan membuat nagari percontohan, untuk penguatan peran pemangku adat. Pada nagari percontohan itu akan dimaksimalkan peran ninik mamak, bundo kanduang, serta pemangku adat lainnya.

Nantinya anggaran akan diambilkan dari dana nagari, sehingga melakukan koordinasi dengan walinagari setempat. Apalagi dana desa 40 persennya bisa digunakan untuk kegiatan sosial dan budaya. Nantinya provinsi juga akan membantu pendanaan untuk nagari percontohan itu.

“Kenapa kita buat nagari percontohan, hal ini dikarenakan banyak persoalan harimau indak tahu jo balangnyo. Artinya penghulu itu sendiri tidak tahu dengan perannya. Miris sekali memang persoalan yang terjadi pada saat ini. Maka dari itulah perlu nya dibuat nagari percontohan dengan berjalan sesuai peran masing-masing,”ujar pria yang pernah menjabat Kepala Bappeda Kabupaten Solok ini.

Ia pun juga memiliki rencana kedepan bagaimana di Sumatera Barat, dalam satu hari selama seminggu memiliki hari khusus berminangkabau. Artinya dalam satu hari itu bisa saja dibuat aturan harus berbahasa minang, memakai pakaian minang dalam bekerja, atau hal lainnya yang berkaitan dengan budaya Minangkabau,”pungkasnya.(ridho/Almadi)

Exit mobile version