Padang – James Helliward, penggagas Tour de Singkarak (TdS) cukup sedih, karena iven balap sepeda terbesar di Sumatera Barat tersebut gezahnya sudah mulai berkurang.
Apalagi penyelenggaraan TdS tahun ini tidak dibantu lagi oleh Kementrian Pariwisata Republik Indonesia, jangan sampai pelaksanaannya ‘lapeh makan ‘ saja.
Pria yang juga menjabat Dekan Fakultas Peternakan Unand ini mengenang, ketika membuat perhelatan TdS diawal -awal selalu dicemooh banyak orang.
Namun berkat kegigihan serta promosi yang terus menerus dilakukan, TdS menjadi terkenal di seantero Indonesia dan diikuti pembalap imternasional.
Bahkan beberapa daerah seperti Bali, Kalimantan dan Riau mau menggelar TdS apabila Sumbar tidak serius menyelengarakannya.
“Daerah tersebut mau menggelar iven balap sepeda Tour de Singkarak. Biarlah namanya tetap TdS , tapi penyelenggaraan di daerah mereka,”ungkapnya.
Ia menilai, daerah yang tidak terlibat seperti Padang Pariaman, Pasaman Barat, dan Solok Selatan rugi besar. Sebab paling sedikit 130 kilometer jalan yang dilalui pembalap mendapatkan perawatan, ditambah lagi dengan penginapan dan hotel. Sejak awal TdS puluhan hotel dan penginapan berdiri di Sumbar.
“Pengaruh TdS besar untuk daerah. Saya masih ingat Sawahlunto itu untuk memperbaiki jalan dengan anggaran Rp 3 miliar saja susah. Sekarang saja sudah enak karena perbaikan jalan dibantu APBD dan APBN,” tegasnya.
Apalagi TdS masuk kalender balap sepeda resmi Persatuan Balap Sepeda Internasional atau Union Cycling International (UCI) pada kategori Asia Tour 2.2. Ranking TdS tingkat dunia dari jumlah penonton menduduki peringkat kelima, setelah Tour de France (12 juta penonton), Giro de Italia (8 juta), Vuelta a Espana (5 juta), Santos Tour Down Under (750 ribu) dan TdS (550 ribu).
“TdS harus meriah, jangan sampai menurun semua pihak harus terlibat dalam promosi,” tukasnya. (ridho)