Beberapa waktu lalu sempat santer pemberitaan di media sosial tentang keberhasilan Mayor Inf Alzaki dalam menyelesaikan Pendidikan di United States Army Command and General Staff Collage (CGSC). Pada saat diwawancarai, Perwira menengah Kopassus ini bercerita tentang kehidupan masa kecilnya berdagang asongan, membantu orang tua bertani, dan sempat juga membantu usaha bengkel keluarga di kota kecil Pariaman, Sumatera Barat.
Peraih Adimakayasa Akmil 2004 ini juga menyampaikan rasa kagum dan bangga atas peran Babinsa Kodim 0308/Pariaman di desa kecilnya yang menjadi tauladan masyarakat, sehingga membuat dirinya ingin menjadi Prajurit TNI.
Babinsa adalah ujung tombak TNI sebagai implementasi jati diri TNI: tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional, dan tentara professional. TNI adalah komponen bangsa yang berasal dari rakyat, untuk rakyat, dan berjuang bersama rakyat Indonesia.
Menurutnya peran satuan teritorial sangat penting demi menjaga lebih dari 17.000 pulau Indonesia ini. Bahkan saya baru pernah tidak lebih menginjak 20 pulau.
Demi menjaga kepentingan nasional, Negara Amerika Serikat membagi dunia menjadi enam geographic command; jadi kita juga bersyukur dengan adanya 15 Kodam yang kita miliki sebagai _”pemersatu territorial”_ (kutip: Kol Safta, Puspen AD) dan kompartemen strategis pertahanan sesuai dengan prinsip pertahanan nasional.
Pengalaman kehidupan dimasa kecil dan harapan agar Bangsa Indonesia menjadi menjadi negara yang “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi” dengan bangsa lain didunia, menjadi alasan tersendiri bagi Mayor Inf Alzaki untuk selalu berdoa dan berusaha mencapai hasil yang terbaik selama pendidikan Seskoad di negeri Paman Sam.
Bersama kedua rekannya, Mayor Inf Alzaki mendapatkan Diploma dan International Badge dari CGSC. Diploma merupakan hasil Pendidikan yang sangat kompetitif dari 1,111 siswa yang terdiri dari US Army, US Navy, US Marine, US Air Force, US Coast Guard, US Border Patrol dan beberapa US Government Departments misalnya Department of States, Department of Defense, FBI, CIA, DEA dan beberapa institusi pemerintahan lainnya.
Pendidikan tersebut juga diikuti 110 siswa mancanegara yang berasal dari 87 negara mulai dari Kanada, negara-negara di Eropa, Amerika Selatan, Asia mulai dari Timur Tengah sampai dengan Asia Tenggara, Afrika, dan Australia. Semua kecabangan, matra, instansi pemerintahan dan siswa mancanegara yang hadir berupaya untuk menampilkan segala hal yang terbaik dari asalnya masing-masing dengan tuntutan akademik yang cukup tinggi.
Lulusan CGSC diharapkan agar mampu menjadi perwira menegah yang berpikir operasional dan strategis, mampu mensinergikan antara pencapaian operasi taktis, operational, dan strategy. CGSC menekankan kepada para siswa agar sejarah perang Vietnam dan perang Fellujah (Iraq) tidak kembali terulang, dimana Amerika Serikat berhasil memenangkan pertempuran namun gagal mencapai kemenangan strategis.
Disisi lain, Alzaki adalah siswa Indonesia ke-142 menerima International Badge, sebuah penghargaan yang diberikan sejak tahun 1964 kepada seluruh siswa mancanegara. Simbol yang ada pada lencana tersebut melambangkan Lampu Leavenworth sebagai tema sentral dan dikelilingi oleh 12 kelopak bunga matahari cerah dan 12 gelap, menandakan 24 jam siang dan malam para perwira siswa menghabiskan waktu untuk mendapatkan diploma CGSC mereka di Fort Leavenworth, Kansas.
Disamping itu Mayor Inf Alzaki memperoleh gelar the Master of Military Art and Science (MMAS) dari United States Army University. MMAS adalah gelar yang ditawarkan kepada para perwira siswa ditengah padatnya dan beratnya tuntutan Pendidikan selama di CGSC. Sejumlah 300an siswa berhasil lolos dalam proses penerimaan yang cukup selektif, namun pada tanggal 14 Juni 2019, United States Army University hanya memberikan award degree kepada sekitar 152 siswa yang terdiri dari siswa US dan mancanegara.
Tidak semua dapat menyelesaikan MMAS dengan pertimbangan manajemen waktu, tuntutan pencapaian hasil akademik di CGSC atau Seskoad itu sendiri, maupun pertimbangan keluarga.
Major Inf Alzaki adalah putra Indonesia yang ke-empat yang berhasil meraih predikat the Master of Military Art and Science (MMAS) dari United States Army University, melanjutkan perjuangan dari senior terdahulu sejak tahun 1953.
Diantara pendahulunya yang juga melaksanakan MMAS adalah Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo (Kalemhanas), Letkol Inf Frega Wenas Inkiriwang (Akmil 1998), dan Letkol Inf Nurul Yaqin (Akmil 1999).
Seperti halnya para pendahulunya, Mayor Inf Alzaki juga berusaha untuk mengikuti Pendidikan di Webster University. Alumni Lembah Tidar ini mendapatkan inspirasi bagaimana mengatur waktu selama di CGSC dari para senior yang sangat dikaguminya: Letkol (Pensiun) Agus Harimurti Yudhoyono, Kol Inf Rui Duarte (93), Kol Inf Rudy Saladin (97), Kol Inf Hendri Santoso, Atase Darat KBRI di USA (97), Kol Inf Bangkit Rahmat Tri Widodo (97), Letkol Kav M. Iftitah (99), Letkol Arm Reza Nur Patria (99), dan Mayor Inf Ronald F. Siwabessy (02).
Ketika ditanya alasan mengapa memilih MBA Program, Mayor Inf Alzaki hanya menjawab bahwa ia hanya berusaha memberikan yang terbaik untuk TNI, bangsa dan negara. Dalam kesempatan ini, Alzaki juga mengapresiasi alumni CGSC yang selalu memberikan arahan, Mayjen TNI Yudhy Chandrajaya (Kapus Bahasa Kemhan RI), Ltk Faishal Ridwan, Ltk Rudi Simangunsong, Ltk Susetyo Adi Yoga, Ltk Sigit Raditya, Myr Ferdiansyah, Myr Ronald Siwabessy, Myr C. Amaraldo, dan Myr Rusmanto.
Bulan Ramadan memberikan berkah bagi Pendidikan Mayor Inf Alzaki selama di CGSC. Masjid di Leavenworth memberikan kesempatan untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Sama halnya dengan pendidikan yang diikutinya mulai dari SMU Taruna Nusantara, Akademi Militer, Infantri, Komando dan penanggulangan terror, Zaki menyampaikan Mesjid adalah tempat terbaik baginya ketika Subuh dan Isya.
Infonya, sejak dulu kami selalu saling mengingatkan untuk beribadah tanpa melihat suku dan agama. Saya sering mengingatkan rekan-rekan untuk ke Gereja, Pura, dan Wihara, sesuai agamanya masing-masing untuk beribadah.
Saya sangat percaya bahwa perencana yang baik adalah yang mampu merencanakan waktunya dimasa yang akan datang, namun perencana terbaik adalah yang mampu merencanakan waktunya melebihi masa hidupnya. Alam ini kecil bagiNYA, apalagi hanya untuk mengabulkan apa yang kita inginkan, Jika DIA berkehendak.”
Zaki menyampaikan “syukur Alhamdulillah,” ketika mendengar dirinya mendapatkan salah satu penghargaan akademik, The Simon Writing Interagency Award, yang selama ini selalu diraih oleh siswa dari Amerika Serikat.
Mayor Alzaki juga menyelesaikan dua master program yang sebenarnya tidak disarankan oleh guru maupun pembibingnya di Amerika Serikat. Pembimbingnya tidak mengecilkan kemampuan siswa mancanegara, namun menurutnya CGSC saja sudah sulit, dan bahkan siswa Amerika Serikat sekalipun hanya memilih salah satu baik MMAS atau master’s degree di Universitas luar selama menempuh Pendidikan di CGSC; bahkan lebih dari 75% tidak mengikuti keduanya.
Ketika ditanyakan apa rencana selanjutnya, Zaki tidak bisa berkomentar karena sebagai militer perintah tergantung pada atasan. Dia hanya menyampaikan rasa syukur dan terimakasih kepada Pemerintah RI, TNI-AD, para atasan yang pernah mendidikanya selama ini, para senior yang selalu memberikan arahan, rekan-rekannya yang selalu mendukung, junior dan para anggota yang selalu mendoakan.
Terlebih kepada kedua sahabatnya Mayor Inf Paulus Pandjaitan dan Mayor Arm Delli Yudha berserta seluruh keluarga mereka yang selalu mendukung baik dari segi materiil, moril dan doa.
Alzaki juga menyampaikan permohonan maaf apabila selama ini ada kesalahan dan kekhilafan sebagai manusia biasa, dan mohon doa agar apa yang diperoleh mudah-mudahan merupakan rahmat ALLAH Yang Maha Kuasa, dan menjadi berkah dalam kehidupan nantinya baik di dunia maupun akhrerat.(*)