Padang – Meredanya permintaan masyarakat pasca lebaran menjadi penyebab turunnya laju inflasi Sumbar. Laju Inflasi bulanan Sumbar pada bulan Agustus 2016 tercatat sebesar 0,78% (mtm), menurun dibandingkan dengan laju inflasi Juli 2016 yang mencapai 1,52% (mtm).
Secara tahun berjalan, laju inflasi Sumbar cukup tinggi karena telah berada pada level 2,51% (ytd). Sementara itu, secara tahunan, laju inflasi Sumbar telah berada pada level 3,89% (yoy).
Tingkat inflasi di Sumbar, baik secara bulanan (mtm), tahun berjalan (ytd) maupun tahunan (yoy) tersebut berada di atas nasional yaitu -0,02% (mtm) (deflasi); 1,74% (ytd) dan 2,79% (yoy).
Kepala Bank Indonesia Sumbar Puji Atmoko menyampaikan, realisasi inflasi bulanan (mtm) posisi Agustus 2016 tersebut menjadikan Provinsi Sumbar sebagai provinsi dengan laju inflasi tertinggi ke-2 (dua) secara nasional setelah Provinsi Papua Barat.
Secara spasial, inflasi Sumbar disumbang oleh inflasi Kota Padang dan Bukittinggi yang masing-masing tercatat sebesar 0,84% (mtm) dan 0,40% (mtm). Inflasi tersebut menjadikan Kota Padang sebagai kota dengan laju inflasi tertinggi ke-4 (empat) secara nasional. Sementara itu, Kota Bukittinggi berada pada urutan ke-19 (sembilan belas) sebagai kota dengan inflasi tertinggi secara nasional.
Penyebab Inflasi Sumbar diungkapkan Puji berasal dari kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food), dan kelompok inti (core). Kelompok bahan pangan bergejolak dan kelompok inti masing-masing mencatat inflasi sebesar 1,75% (mtm) dan 0,96% (mtm).
Kenaikan harga bahan pangan bergejolak disebabkan oleh terganggunya pasokan bahan pangan strategis, yaitu dari sentra produksi di luar Sumbar. Secara lebih rinci, kenaikan tersebut disebabkan oleh gangguan cuaca di sejumlah daerah baik di dalam provinsi maupun sentra produksi di Jawa sehingga menyebabkan berkurangnya pasokan cabai merah dan bawang merah.
Sementara itu, di dalam provinsi, intensitas curah hujan yang tinggi menghambat penjemuran gabah mengakibatkan pasokan beras menjadi berkurang. Kenaikan harga kelompok inti disumbang oleh kenaikan biaya pendidikan terutama Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama sebagai dampak tahun ajaran baru.
Bertolak belakang dengan 2 (dua) kelompok tersebut, kelompok barang yang diatur pemerintah (administered price) tercatat deflasi sebesar 0,59% (mtm). Penurunan harga pada kelompok ini disumbang oleh penurunan harga tiket angkutan udara seiring menurunnya permintaan di bulan Agustus mengingat lonjakan arus balik mencapai puncaknya pada pertengahan Juli 2016.
Selanjutnya dikatakan Puji, tekanan inflasi ke depan diprakirakan masih akan meningkat, terutama disumbang oleh kelompok bahan pangan bergejolak. Tekanan inflasi tersebut diprakirakan berasal dari kenaikan harga bahan pangan seiring dengan masih berlangsungnya gangguan cuaca baik di dalam provinsi maupun sentra produksi di Jawa, sehingga berpotensi menganggu pasokan barang di Sumatera Barat.
Faktor gangguan cuaca yang disebabkan oleh fenomena La Nina dapat berdampak pada kurang optimalnya panen di berbagai sentra produksi. Tingginya intensitas curah hujan di Sumatera Barat juga merupakan faktor yang harus diwaspadai karena berpotensi mengganggu masa tanam padi dan proses penjemuran gabah.
Lebih lanjut Ia mengaakan, dari sisi kelompok barang yang diatur pemerintah (administered price), adanya kemungkinan peningkatan tarif listrik secara bertahap hingga akhir tahun akan mendorong tekanan inflasi ke depan. Sementara itu, tekanan dari kelompok inti diprakirakan sedikit meningkat seiring dengan perbaikan daya beli masyarakat dan penyesuaian harga sewa/kontrak rumah (kost) memasuki periode penerimaan mahasiswa baru.
Puji juga menyampaikan bahwa Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Padang memperkuat koordinasi dalam rangka mengoptimalkan upaya pengendalian inflasi di Kota Padang. Secara berkala, TPID Kota Padang menggelar rapat koordinasi untuk melakukan evaluasi sekaligus merumuskan upaya pengendalian inflas ke depan.
Dalam gelaran rapat koordinasi pada tanggal 10 Agustus 2016, TPID Kota Padang akan menindaklanjuti peta jalan (roadmap) pengendalian inflasi Prov. Sumbar yang telah disahkan oleh Gubernur Sumbar, melakukan berbagai inovasi pengendalian inflasi dan melakukan penguatan koordinasi pada masing-masing SKPD terkait pengendalian inflasi.
Sementara itu, TPID Provinsi Sumbar akan fokus menindaklanjuti arahan Presiden RI dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) VII TPID yang telah diselenggarakan pada tanggal 4 Agustus 2016 lalu.
Beberapa poin arahan Presiden RI dalam Rakornas VII TPID antara lain :
(1) penyediaan anggaran pengendalian harga oleh seluruh pemda agar dapat melakukan intervensi apabila diperlukan.
(2) melakukan pemeriksaan pasokan bahan pokok di gudang penyimpanan secara berkala
(3) memastikan transportasi di daerah maupun antar daerah selalu lancar; dan
(4) menjaga distribusi barang.
Dalam Rakornas VII TPID tersebut, TPID Kota Padang terpilih menjadi TPID Kota Terbaik berdasarkan penilaian pengendalian inflasi oleh Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID tahun 2015.