Daerah  

Hasril Chaniago Ulas Kisah Singkat Rumah Gadang Minang Surabaya

Surabaya — Hasril Chaniago, penulis buku sejarah dan biografi, menjadi salah seorang yang diberikan kesempatan untuk menyampaikan sepatah-dua-patah kata sekaligus menyampaikan kenangan-kenanganya tentang proses pembangun Rumah Gadang Minang di Surabaya, yang beralamat Jl Gayung, Kebonsari 64.

“Tak jelas pula kenapa, didaulat pula awak memberi sepatah-dua-patah kata. Daripada bicara patah-patah, akhirnya awak sebut saja apa nan tahu,” terang Hasril Chaniago, wartawan senior kelahiran 20 Januari 1962.

Kegiatan pertemuan silaturahmi yang mengangkat tema “Sosialisasi RPJPD Sumbar 2025-2045″ di Rumah Gadang Surabaya merupakan kegiatan silaturahmi alumni FE Unand Lintas Angkatan dan pengurus serta aktivis Gebu Minang Jatim.

*Tak jelas benar musababnya, terbawa pula saya hadir di Rumah Gadang Minang Surabaya, Rabu, 18 Juli 2024 pekan lalu,” jelasnya.

Turut hadir Wagub Sumbar Audy Jonaldy, Wakil Ketua DPRD Ustad Irsyad Syafar, serta tokoh-tokoh perantau Minang Jatim seperti Sumarzen Marzuki, Yousri Rajo Agam, Hifzon Djambek, Zulfi Syatria, Fatma Sucitra, penulis buku “Menjadi Minang di Surabaya” Yosi Trisa Rasyied, dan banyak lagi.

Dari alumni FE ada mantan Dirut Bank Nagari suryadiasmi, Ketua IKA FE Raseno Arya, Desri Ayunda, Man Palo, Irzal Akbar, Dinna Djohari, Erni Ayub, serta dekan FE Unand Fery Andrianus, dan 80-an peserta Tour Bogowonto 2024.

Pada kesempatan itu, Hasril Chaniago mengawali ceritanya tentang Panitia Seribu Minang yang telah mendapat hibah sebidang tanah luas 3.500 m2 yang berlokasi di Jl Gayung Kebonsari milik keluarga Rahman Thamin (Ratatex)

Guna memenuhi aspek-aspek hukum tentang pertanggungjawaban, kepemilikan, pengelolaan dan pengoperasian aset-aset yang harus ditangani oleh Lembaga Gebu Minang dalam proses pembangunan Rumah Gadang, dibentuklah sebuah badan hukum atau yayasan yang diberi nama Yayasan Gerakan Seribu Rupiah Minang yang disingkat Yayasan Gebu Minang Jawa Timur dengan akte notaris No 24 A, Kohar, SH Notaris di Surabaya pada tanggal 9 Mei 1986.

“Gebu Minang pertama itu, di Surabaya terbentuk lebih dulu akhir 1980-an dengan nama Panitia Seribu Minang Jatim, mendahului Lembaga dan Yayasan Gebu Minang Nasional yang dipimpin trio Prof. Emil Salim, Prof. Harun Zain, dan Ir. Azwar Anas,” terangnya.

Penggerak Gebu Minang Jatim antara lain Dr H Syaferial Sabirin (Alm, Direktur RS Al-Irsyad Surabaya), Brigjen TNI Hasril Harun (Alm, Kadit Sospol Jawa Timur, belakangan Ketua Golkar dan Wakil Kedua DPRD Jatim), Ir. Syafaruddin Sabar (Dirut Petrokimia Gresik), Drs. Aster Abdullah (Dir Finec Petrokimia Gresik), Nanseh Chatib (Kepala Bumiputra Jatim), H. Harun Pangai (pengusaha perkapalan) dan beberapa tokoh lain.

“Akhir 1980-an Panitia Gebu Minang Jatim dapat hibah tanah 3.500 m2 dari ahli waris H. Rahman Tamin. Di atas tanah itu sejak 1990 dibangun Rumah Gadang Minang di Jl. Gayung Kebonsari, Kec. Gayungan, yang merupakan Komplek Kebudayaan Minangkabau yang sekaligus menjadi pusat kegiatan warga Minang di Surabaya khususnya dan Jawa Timur pada umumnya. Ketika saya berkunjung ke ke Surabaya Februari 90, bertemu tokoh-tokoh perantau di atas, rumah gadang mulai dibangun,” ungkapnya.

Peletakan batu pertama oleh Gubernur Sumbar H Azwar Anas pada tanggal 12 Juli 1987 dan dihadiri Prof Haroein Zain, Saiful Sulun dan para tokoh Minang lainnya yang dalam proses pembangunanya secara bertahap.

“Diperlukan waktu lebih 30 tahun sampai Rumah Gadang berdiri megah seperti kita lihat sekarang. Harga tanah di kawasan itu sekarang 12 juta/m2. Hitung sendiri berapa nilai aset tersebut sekarang,” ungkapnya.

Hasril Chaniago mengaku, walau dirinya menyampaikan “a nan takana”, rupanya cerita itu cukup menarik hadirin. Karena banyak baru tahu kisah tersebut. (mardi)