Bukittingi-Gubernur Sumbar, Mahyeldi digugat mantan Ketua DPRD Bukittinggi, Herman Sofyan melalui Kuasa Hukumnya, M. Ifra Fauzan SH. Pasalnya, pelantikan Beny Yusrial dinilai ilegal sebagai Ketua DPRD Bukittingi yang baru.
Pelantikan Beny Yusrial,S,Ip sebagai Ketua DPRD Bukittinggi mengantikan Heman Sofyan dengan sisa masa jabatan 2019—2024, pada Jumat 24 September 2021, menurut pepatah minang diibaratkan, rumah siap panokok berbunyi dan semua orang Minang sudah memahami. Apa itu rumah siap panokok berbunyi.
Artinya, walaupun pelantikan ketua DPRD sudah dilaksanakan, namun masih menyisakan permasalahan yang sampai mencuat kepermukaan dan diketahui banyak orang. Panokok berbunyi ini sengaja di hembuskan pengacara Herman Sofyan Kantor Hukum / LP—LBH JUSTICE COMPANION.
Menurut ,M.Ifra Fauzan,SH, sebagai kuasa hukum Herman Sofyan bahwa pelantikan ketua DPRD tersebut tidak berdasarkan hukum sama sekali.tidak ada legal standing. Kenapa demikian ?.
“ Saya dari LBH dan kawan – kawan sedang melakukan upaya hukum di Mahkamah partai. Hal ini sesuai dengan UU partai politik no 2 tahun 2018 pasal 32 dan 33 bahwa kami punya kesempatan upaya hukum di Mahkamah Partai selama 60 hari. Sedangkan kami sudah mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Partai pada tanggal 09 agustus 2021 yang sampai sekarang belum ada balasan dari Mahkamah Partai. Tentunya kami punya waktu 60 hari untuk menungunya sesuai di dalam UU partai politik. Ada upaya hukum lain penyelesaian di PTUN dan Pengadilan Negri selama 60 hari dan kasasi 30 hari dalam waktu 150 hari,”ungkap M, Ifra Fauzan, SH dihubungi Sumbar Post dikantor LBH Sabtu (25/9/21).
Saat ini sudah keluar SK Gubenur No 171,730 2021 tertanggal 20 September 2021, padahal sebagai kuasa hukum sudah mengirim surat kepada gubenur memohon kepadanya supaya menunda dahulu kerena sedang melakukan upaya hukum sebagaimana diatur dalam UU. “Jadi seharusnya gubenur menghormati upaya hukum yang kami tempuh tidak mengeluarkan SK yang mendadak tanggal 20 September 2021,” jelasnya.
Sedangkan SK itu cacat hukum karena berdasarkan surat SK DPP yang cacat fomil pada nomor suratnya dalam nomor surat dalam SK DPP partai Gerindra ini No 5-0065/KTP/DPP Gerindra tahun 2021mereka mencabut pasal pertamanya mencabut surat DPP partai Gerindra 08-087 KPS/DPP partai Gerindra 2021 tanggal 30 Agustus 2019.
“Kami berharap tidak ada SK yang di cabut karena SK klien kami bukan tahun 2019, kalau seandainya SK cacat kemudian dijadikan dasar hukum keluarnya SK gubenur 20 September 2021 kemarin tentu prodaknya juga cacat hukum,”ujar advocat senior itu.
Seandainya SK cacat hukum dilakukan pelantikan, maka pelantikan cacat hukum juga, tidak ada legal standing untuk melakukan pelantikan itu. “ Jadi kami sudah mengupayakan di Mahkamah Partai, tiba-tiba keluar keputusan gubenur dan kami sedang melakukan upaya administrative sebagai mana diatur dalam UU Nomor 30 tahun 2014 tentang administratif pemerintah yaitu melakukan upaya hukum administrative berupa keberatan.”
“Padahal kami sudah mengirimkan keberatan kemarin tanggal 22 September ke gubenur, jadi dalam waktu 10 hari gubenur harus menjawabnya kalau tidak kami akan melakukan upaya hukum yakni akan PTUNkan SK gubenur, maka dengan itu tolong hormati upaya hukum pembelaan diri dari klien kami, jangan tiba-tiba kerjar tayang saja yang harus sekarang dilantik dan harus sekarang di keluarkan SK gubenur.” Ucapnya.
Jika dilihat SK gubenur diterbitkan berdarkan PP nomor 12 tahun 2018 dimana gubernur mempunyai peluang dalam pembelaan diri berdasrkan UU politik tentu harus memakai UU yang lebih tinggi dari pada PP seperti itu logika hukumnya.
Kemudian dalam SK ini terdapat sebuah kesalahan juga yaitu pada bagian memperhatikan poin no 3 risalah rapat paripurna dewan rakyat daerah kota Bukittinggi no 22 / penertiban tidak cermat. Nomor risalah tahun 2020, jadi istilahnya SK ini cacat hukum dilantik pun cacat.
“Menurut UU sekarang SK sudah keluar bagaimana tanggapan kami sebagai kuasa hukum sesuai dengan aturan undang- undang administrasi pemerintah SK ini tetap dapat di tunda . Jadi kami melakukan upaya hukum administrative berupa keberatan dan kami menunggu balasan dari gubenur dan belum ada balasannya sampai sekarang, kalau tidak ada balasan, kami lanjut ke PTUN kami akan gugat gubenur yang telah mengeluarkan SK, “sebut Penasehat Hukum M.Ifra Fauzan,SH
Karena SK ini cacat hukum, tidak berdasrkan hukum sama sekali banyak kesalahan di dalam SK itu. Kesalahannya salah satunya yang di sampaikan tadi adalah SK DPP Gerindra menyatakan mencabut SK klien kami yang nomornya 08-087 dan seterusnya tahun 2019 sedangkan SK DPP itu yang dicabut adalah SK 2021.
Jadi menurut defacto dan dejure tidak ada SK yang dicabut menjadikan dasar oleh gubenur untuk memberhentikan Herman Sofyan karena prodaknya sudah cacat. SK DPP ini pun ditanda tangani tanggal 31 Mei diserahkan pada Sekwan 28 juli dan ini yang dipertanyakan di Mahkamah Partai.
“Tunggulah hasil dari Mahkamah Partai dahulu. Jika sudah ada hasil kami tidak puas kami gugat di PUTN , tidak puas di Pengadilan Negeri terus Kasasi dan semuanya harus hormati jangan dikangkangi semua UU oleh gubenur dan pihak-pihak lain.”
Sebelumnya, pihak Herman Sofyan telah mengirim surat ke DPRD dan gubernur agar ditunda dulu pelantikan. “ Anehnya, kenapa surat kami tidak dipertimbangkan harusnya hormati dulu karena ini dijamin oleh UU, karena ini permaslahan internal partai pemberhentian Herman Sofyan tidak sesuai dengan mekanisme tidak ada SP 1 dan SP 2 yang lain tidak pernah di panggil oleh DPP tiba-tiba di berhentikan tentu hak kilen kami. Lalu klien kami bertanya kepada Mahkamah Partai kanapa ia diberhentikan. Itu hak dia sebagai kader partai Gerindra,” katanya.
“Kami sebagai kusa hukum berpendapat bahwa pelantikan tersebut tidak sah. Dan Herman Sofyan masih tetap pemimpin DPRD Bukittinggi. Jadi pelantikan itu tidak berdasrkan hukum sama sekali tidak ada legal standing untuk pelantikan. Karenaa, legal standingnya saja cacat, dilantik pula jadi cacat semua.” Bebernya. ( Tana)