Dakwah Sunyi dari Teras Negeri: Jejak Pengabdian UPZ Baznas Semen Padang Menyusuri Mentawai

MENTAWAI — Ombak pagi menyambut tenang ketika matahari mulai menebar cahaya keemasan di Dermaga Muaro Padang pada awal Juli 2025 kemarin. Angin laut yang lembut menggoyangkan tali-tali kapal, mengantarkan aroma asin khas pelabuhan. Suasana terasa khidmat—titik awal perjalanan penuh makna.

Di sanalah rombongan UPZ Baznas Semen Padang berdiri. Lembaga pengumpul zakat karyawan PT Semen Padang ini bersiap memulai Safari Dakwah ke pedalaman Mentawai. Dipimpin oleh Ustadz Mafril, mereka naik kapal cepat MV Mentawai Fast, menempuh misi yang tak hanya melintasi geografis, tapi juga menyentuh sisi nurani.

Kapal bergerak pukul 07.00 WIB, menuju Dermaga Pokai, Kecamatan Siberut Utara. Tiga setengah jam kemudian, rombongan tiba. Namun perjalanan belum usai. Mereka harus melanjutkan dengan kapal boat kecil bermesin 15 PK—satu-satunya moda penghubung ke dusun-dusun terpencil. Tanpa pelampung, dengan lebar hanya satu meter dan panjang tujuh meter, rombongan melanjutkan perjalanan ke Dusun Bose, menantang gelombang yang tak selalu tenang.

Dusun Bose: Di Antara Sunyi dan Asa

Terletak di Desa Muara Sikabaluan, Dusun Bose tak biasa dikunjungi pelancong. Dihuni oleh 75 kepala keluarga, sekitar 50 KK di antaranya beragama Islam. Namun meski menjadi mayoritas, sarana ibadah dan pendidikan keagamaan masih sangat terbatas. Tak ada masjid megah, tak ada madrasah, bahkan kegiatan keagamaan kerap terputus oleh jarak dan akses.

Dalam keterbatasan itulah UPZ Baznas Semen Padang hadir sebagai penghubung antara pusat dan pinggiran, antara yang mudah dijangkau dan yang nyaris terlupakan.

“Kalau kami menyebutnya Dakwah di Teras Negeri,” kata Ustadz Mafril menyebut istilah yang menggambarkan semangat UPZ Baznas Semen Padang dalam menjangkau wilayah-wilayah pinggiran Mentawai. “Karena Kepulauan Mentawai ini adalah terasnya NKRI di bagian barat Indonesia, berbatasan langsung dengan Samudra Hindia,” sambung Ustad Mafril.

Istilah itu bukan hanya simbolik. Kepulauan Mentawai memang berada di garis depan negeri—sering kali juga menjadi batas perhatian. Tapi di sanalah, hidup berjalan dalam keterbatasan, dan agama hadir sebagai pegangan yang memberi arah dan harapan.

Membina Umat, Menghidupkan Semangat

Safari Dakwah yang berlangsung 1–5 Juli 2025 ini bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1447 H. Kegiatan tahunan ini mengusung tema “Kita Tingkatkan Semangat Dakwah Membina Umat”, dan menyasar beberapa titik di Pulau Siberut, termasuk Dusun Bose.

Rombongan UPZ tak hanya datang memberi ceramah. Mereka berdialog, menyapa rumah-rumah, dan menguatkan para da’i lokal yang menjadi ujung tombak dakwah di wilayah pulau terluar ini. Penguatan da’i menjadi prioritas, agar nyala dakwah tetap terjaga setelah rombongan kembali ke Padang.

“Kami tidak ingin dakwah hanya datang dan pergi. Kami ingin meninggalkan jejak yang hidup. Da’i binaan ini adalah ujung tombak Islam di Mentawai,” ujar Ustadz Mafril yang juga Supervisor Pembinaan Da’i UPZ Baznas Semen Padang.

Para da’i ini tidak bekerja dari podium megah. Mereka menyusuri jalan setapak, menyebrangi sungai, mendatangi warga satu per satu. Mereka menjadi guru Al-Qur’an, penasehat, bahkan sahabat untuk warga yang kesepian. Di balik keterbatasan, mereka menjaga keberlangsungan iman.

Cerita Dua Da’i Muda

Di tengah terpencilnya pelosok Pulau Siberut, terdapat cerita pilu dari dua da’i muda binaan UPZ Baznas Semen Padang yang menapaki jalan sunyi perjuangan dakwah. Mereka bukan sekadar hadir untuk mengajar, tetapi untuk menyalakan kembali bara keimanan di wilayah yang lama terpinggirkan dalam urusan pembinaan akidah. Kedua da’i muda itu adalah Ustadz Zainal Kelana dan Ustadz Jon Ricky.

Ustadz Zainal Kelana yang merupakan lulusan STAI-PIQ Sumatera Barat, memilih kembali ke kampung halamannya di Desa Mongan Poula. Kecamatan Siberut Utara usai tamat kuliah pada 2022. Ia baru bergabung sebagai da’i binaan UPZ pada akhir 2023 untuk melanjutkan estafet dakwah yang telah dimulai oleh da’i sebelumnya.

“Saya memilih menjadi da’i karena melihat kondisi umat Islam di kampung saya yang memprihatinkan. Sekitar 100 KK di Mongan Poula beragama Islam, namun dari sisi syariat dan pemahaman tauhid, masih banyak yang perlu diperbaiki. Salat belum konsisten, membaca Alquran pun masih terbata-bata. Sebagai putra asli Desa Mongan Poula dan punya bekal pendidikan agama, tentunya saya merasa punya tanggung jawab untuk membantu memperkuat akidah mereka,” tuturnya.

Desa Mongan Poula, sebut Ustadz Zainal, memiliki satu masjid, yaitu Masjid Al-Abrar. Dari masjid inilah segala aktivitas keagamaan digerakkan. Saat ini, ia fokus mengembangkan program pengajaran Alquran untuk anak-anak yang jumlah pesertanya sudah mencapai sekitar 70 orang. Namun jalan dakwah tidak selalu mulus. Tantangan terbesar yang ia hadapi bukan pada fasilitas atau geografis, melainkan bagaimana menumbuhkan minat belajar agama, khususnya di kalangan anak-anak.

Untuk itu, ia menerapkan metode yang sederhana namun efektif berupa sistem reward and punishment. “Kalau ada anak-anak yang rajin, saya kasih permen. Tapi kalau mereka bandel atau tidak disiplin, saya beri sanksi seperti membersihkan halaman masjid atau toilet. Kalau sampai tidak ada yang datang ke masjid, saya laporkan ke guru mereka di sekolah,” jelasnya sambil tersenyum.

Pendekatan ini, kata dia, terbukti membuahkan hasil. Anak-anak kini mulai rutin datang mengaji, suasana masjid pun lebih hidup. Ia mengaku, semua proses ini tak lepas dari dukungan UPZ Baznas Semen Padang yang sejak awal mendorong penguatan da’i di wilayah Mentawai, termasuk di Siberut Utara. Ia berharap UPZ Baznas Semen Padang terus mendukung para da’i tidak hanya bertugas menyampaikan ceramah, tapi juga menjadi pendamping sosial, guru, sekaligus penggerak spiritual masyarakat.

Sementara itu, Ustadz Jon Ricky yang menjadi da’i di Desa Sirilogui, Kecamatan Siberut Utara, menyampaikan bahwa di Sirilogui dihuni lebih dari 350 KK. Namun hanya 15 KK yang muslim. Ia mengatakan, Sirilogui adalah daerah sunyi. Masjid tanpa pengeras suara, bahkan tanpa mushaf Alquran. Dengan segala keterbatasan ini, tentunya perjuangan untuk memperkuat akidah umat muslim sebagai umat minoritas di Sirilogui sangat berat.

“Dulu jemaah jarang datang. Bukan karena tidak mau, tapi karena tidak terbiasa,” ujar lulusan Pesantren Darul Mursyidin Pasaman Barat ini menjadi da’i setelah sebelumnya aktif sebagai pengurus masjid. Sejak menjadi da’i binaan UPZ Baznas Semen Padang, Ustadz Jon mendapatkan dukungan fasilitas dan mulai membangun kegiatan keagamaan seperti TPA dan majelis taklim.

Namun, tantangan terbesar datang dari para mualaf. Karena tidak adanya pembinaan akidah yang kuat, banyak dari mereka kembali ke agama sebelumnya akibat tekanan keluarga. Meski begitu, Ustadz Jon tak menyerah. Baginya, mempertahankan satu jiwa dalam Islam adalah kemenangan tersendiri. Ia berharap di balik sunyi dan beratnya medan, ia dapat terus menyalakan lentera Islam dengan satu harapan, yaitu melahirkan generasi muslim yang kuat dalam iman dan amal dari pedalaman Pulau Siberut.

Cerita dua da’i muda ini adalah segelintir dari perjuangan para da’i binaan UPZ Baznas Semen Padang yang berjumlah sebanyak 52 oang di Kabupaten Kepulauan Mentawai yang diutus khusus ke pedalaman Mentawai. Mulai dari Siberut hingga Pagai Utara, Pagai Selatan, dan Pulau Sipora. Puluhan da’i ini adalah jembatan antara cahaya dan ketidaktahuan, antara nilai Islam dan masyarakat yang haus bimbingan rohani.

Dari Dukungan hingga Isbat Nikah

Ketua UPZ Baznas Semen Padang Iskandar S. Taqwa, mengatakan bahwa pembinaan puluhan da’i ini adalah bagian dari program Dakwah dan Syiar Islam di Kabupaten Kepulauan Mentawai, dan program ini menjadi salah satu program unggulan UPZ Baznas Semen Padang. “Para da’i binaan ini adalah ujung tombak kami untuk menyentuh langsung masyarakat yang belum banyak tersentuh dakwah,” ungkapnya.

Namun, kata Iskandar melanjutkan, menjalankan tugas dakwah di pedalaman Mentawai bukan perkara mudah. Jangankan akses internet, jalan dan listrik pun seringkali belum tersedia. Karena itulah, UPZ Baznas Semen Padang memberikan dukungan penuh kepada para da’i.

Mereka tidak hanya menerima insentif bulanan, tetapi juga difasilitasi sepeda motor untuk mobilitas, serta rumah tinggal agar mereka bisa hidup layak. “Kebanyakan da’i kami berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Dukungan logistik menjadi penting agar mereka tidak perlu berpikir soal kebutuhan dasar, dan bisa fokus berdakwah,” kata Iskandar.

Tak hanya fokus pada pengiriman da’i, UPZ Baznas Semen Padang juga menginisiasi program-program pendukung yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu program yang mendapat sambutan hangat adalah pelaksanaan sidang isbat nikah. Kegiatan ini ditujukan bagi para mualaf maupun pasangan yang selama ini menikah secara agama, tetapi belum tercatat secara hukum negara.

“Di daerah seperti Mentawai, banyak warga yang belum memiliki dokumen pernikahan resmi. Ini menjadi kendala administratif bagi anak-anak mereka dalam mengakses pendidikan atau layanan kesehatan. Maka dari itu kami hadir untuk menjembatani hal itu melalui sidang isbat bersama KUA dan instansi terkait,” jelas Iskandar.

Di samping itu, pembangunan masjid juga menjadi salah satu bentuk konkret perhatian UPZ Baznas Semen Padang terhadap kehidupan keagamaan di pedalaman Mentawai. Salah satunya, Masjid Bahrul Ulum di Dusun Sutek’ Uleu, Desa Simalegi, Kecamatan Siberut Barat. “Masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat kegiatan dakwah, pendidikan agama, hingga tempat berteduh bagi para da’i.

Mentawai Tak Pernah Sendiri

Di barat Sumatera, Mentawai bagai halaman terakhir dari buku yang sering terabaikan. Namun bagi UPZ Baznas Semen Padang, halaman terakhir itulah yang paling bermakna. Di sanalah ketulusan diuji, komitmen disempurnakan.

Mentawai bukan sekadar titik di peta, tapi ruang dakwah yang sunyi. Di sana, suara azan kembali menggema, anak-anak belajar huruf hijaiyah, dan saf-saf masjid perlahan terisi. Tak perlu sorotan kamera atau mimbar mewah—cukup ketekunan, kesabaran, dan cinta.

Ketika rombongan UPZ kembali ke Padang, mereka tak hanya membawa laporan kegiatan. Mereka membawa harapan—bahwa cahaya Islam akan terus menyala, bahwa dakwah tak pernah berhenti karena jarak, dan bahwa Mentawai, meski terpencil, tak pernah benar-benar sendiri.(*)