Civitas Akademika Unand Tolak Politik Dinasti

PADANG-Mahasiswa dan dosen Universitas Andalas (Unand) menyatakan dengan tegas menolak politik dinasti. Manifesto tersebut dinyatakan secara terbuka demi menyelamatkan bangsa.

Unand memang terdepan untuk menyelamatkan Republik ini dari rongrongan dinasti. Kelompok yang menamakan diri sebagai Aliansi Sivitas Akademika Universitas Andalas itu menyerukan lima hal, termasuk mendesak Presiden Jokowi untuk tidak menggunakan kekuasaan yang berpotensi terjadinya segala bentuk praktik kecurangan Pemilu.

Sekitar 100 orang anggota aliansi sivitas akademika Universitas Andalas yang terdiri dari dosen dan mahasiswa berkumpul di halaman depan Convestion Hall kampus, Jumat (2/2/2024) siang.

Secara bergantian, mereka berorasi mengkritisi berbagai hal yang sedang terjadi di Indonesia, terutama berkaitan dengan situasi politik jelang masa pencoblosan Pemilu 2024 pada 14 Februari mendatang.

Penggagas aliansi civitas akademika Unand, Hary Effendi Iskandar mengatakan manifesto lahir sebagai cara untuk menjaga nilai dan benteng moral kebaikan serta keadilan di negeri ini.

“Tujuan dari kegiatan ini tentu adalah bentuk keprihatian kita se-Indonesia. turunnya kampus-kampus, sebagai bukti bahwa kita punya sinyal batin yang sama. Bahwa negara kita tidak dalam keadaan baik-baik saja,” kata Hary kepada wartawan

Hary mengakui, gerakan kampus-kampus baru dilakukan saat-saat jelang 14 Februari, karena memang secara perilaku, pemerintah memperlihatkan sikap yang sudah tidak malu-malu lagi menyatakan keberpihakan dan dukungannya kepada salah satu pasangan calon.

“Kami turun ke jalan menyatakan sikap. Kenapa baru di ujung Pemilu? Karena memang perilaku pemerintah semakin tidak lagi malu-malu mengatakan keberpihakan dan ketidaknetralannya. Ini tentu berbahaya,” jelas Hary.

Ada lima hal yang disampaikan dalam manifesto tersebut. Pertama, menolak segala bentuk praktek politik dinasti dan pelemahan institusi demokrasi. Kedua, mendesak Presiden Joko Widodo untuk tidak menggunakan kekuasaan yang berpotensi terjadinya segala bentuk praktik kecurangan Pemilu

Ketiga, menuntut KPU dan Bawaslu menegakkan aturan netralitas dalam Pemilu serta menjalankan tugas sesuai amanah reformasi konstitusi. Keempat, mendesak pemerintah mengembalikan marwah perguruan tinggi sebagai institusi penjaga nilai dan moral yang independen tanpa intervensi dan politisasi elit. Kelima, mengajak masyarakat bersikap kritis dan menolak politisasi bantuan sosial untuk kepentingan politik status quo/kelompok tertentu dalam politik elektoral, kekerasan budaya, pengekangan kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berpendapat serta penyusutan ruang sipil. (almadi/*).