Indeks
Opini  

Bonus Demografi Terancam Gagal

Padang – Bonus demografi ialah keuntungan dari jumlah penduduk usia produktif dengan rentang usia 15-64 tahun lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia tidak produktif dengan rentang usia 0-15 tahun dan usia 64 tahun keatas

Pada saat sekarang ini, bonus dimaksud sering didengung dengungkan oleh Pemerintah, dimana dengan memanfaatkan momen guna memperoleh bonus tersebut, membuat Indonesia konon bakal menjadi negara maju.

Dikutip dari berbagai laman media online, bonus demografi sudah terjadi sejak 2010 lalu di Tanah Air. Jakarta, Yogyakrta, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau sudah lebih dahulu memanfaatkan bonus tersebut.

Namun demikian, ada pula 4 (empat) provinsi yang tidak mengalami bonus demografi. Daerah itu adalah NTT karena pemerinth gagal menekan tingkt kelahiran. Papua dan Papua Barat yang justru meminta masyarakatnya untuk memoperbanyak keturunan. Serta Maluku karena tingginya tingkat putus Keluarga Berencana (drop out/DO).

Diperkirakan pada tahun 2020-2030, Indonesia akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia produktif, sedang usia tidak produktif sekitar 60 juta jiwa, atau 10 orang usia produktif hanya menanggung 3-4 orang usia tidak produktif. Hal ini tentunya akan meningkatkan jumlah penghasilan yang masih bisa disisihkan sebagai salah satu sumber devisa negara.

Namun demikian bonus demografi di Indonesia tentu bakal mengalami kegagalan total jika tidak dibarengi dengan langkah kongkrit dari Pemerintah, serta didukung oleh masyarakat itu sendiri.

Kegagalan tampak dari belum bisanya pemerintah menekan laju kelahiran penduduk. Sebagai contoh pada 2010 jumlah penduduk Indonesia 237 juta jiwa, sementara pada saat ini sudah mencapai 255 juta jiwa. Angka ini tentu akan membengkak setiap tahunnya.

Dewasa ini juga terlihat pendidikan di Indonesia sedang kacau balau akibat perubahan-perubahan program dari Kementrian Pendidikan, yang membuat masyarakat menjadi bingung. Sehingga sangat jelas mengganggu perkembangan SDM angkatan kerja Indonesia sendiri.

Ditambah lagi mayoritas pendidikan angkatan kerja produktif hanya sampai SD dan SMP. Jelas saja, SDM seperti ini tidak akan mampu bersaing dalam era perdagangan bebas di era globalisasi yang butuh tingkat pendidikan dan keahlian tinggi.

Gangguan lainnya yang membuat bonus demografi Indonesia mengambang adalah karena tingginya angka pengangguran dan masih banyaknya penduduk miskin. Dua faktor ini sangat berpengaruh pada mutu angkatan kerja nasional.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2016 mencapai 7,02 juta orang atau 5,5 persen. Sementara jumlah penduduk miskin mencapai 28 juta jiwa atau 10,86 persen dari total penduduk Indonesia.

Bidang kesehatan juga harus menjadi perhatian serius Pemerintah. Sebab Utamanya penyakit yang disebabkan oleh kebiasan merokok, seperti sesak napas, sakit paru-paru, stroke, dan penyakit lainnya banyak diidap oleh angkatan kerja produktif. Bagaimana mau bersaing di dunia kerja jika sakit-sakitan.

Solusi :

Langkah pertama yang perlu dilakukan oleh pemerintah yakni, bagaimana menekan pertumbuhan penduduk tanpa henti dengan berbagai program . Pasalnya apabila rasio penduduk produktif dan tidak produktif menurun, sementara jumlah penduduk jika dikalikan akan terus bertambah, tentu rasio  nilai Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) Indonesia bakal tetap tinggi. Pada 2013 saja Indonesia berada di peringkat 111 dari 188 negara yang dihitung oleh United Nations Development Programme (UNDP)

Langkah selanjutnya bagaimana Pemerintah bisa mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) angkatan kerja yang tangguh dengan memperhatikan benar sektor pendidikan dan kesehatan, agar bisa diserap dari lapangan kerja yang tersedia. Jangan sampai tenaga kerja Indonesia kalah bersaing dengan negara lain ditengah persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Seterusnya,bagaimana penduduk Indonesia cintailah produksi dalam negeri.Belajar dari Jepang dan Korea Selatan, mereka sangat mencintai produksi dalam negeri hingga dapat menyerap hasil produksi dan menciptakan lapangan kerja. Apalagi Indonesia mempunyai pangsa yang sangat besar, dengan jumlah konsumen mencapai lebih dari 250 juta jiwa.

Ada baiknya bangsa ini belajar dari negara lain yang gagal memanfaatkan bonus demografi. Jangan sampai  Indonesia turut bergabung  menyusul Afrika Selatan karena kemiskinan akut membelit negara itu, dan Brazil sebagai negara yang gagal memanfaatkan bonus demografi karena kurang perencanaan.

Mestinya kita belajar dari Korea Selatan. Mereka berhasil memanfaatkan bonus demografi. Padahal kalau kilas balik sejarah, kondisi mereka tidak berbeda jauh dari Indonesia.Korea Selatan merdeka hanya selisih beberapa hari.  Selain itu, mereka juga baru bangkit dari perang saudara dengan Korea Utara.

Namun pada saat ini perkembangan dan kemajuan Korea Selatan lebih tinggi dibandingkan Indonesia, baik itu tentang kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Kuncinya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kerja keras.

Negara yang gagal sejak awal memang kurang perencaaan.   Sebaliknya Korea dan Jepang jauh-jauh hari sudah mempersiapkan sdm-nya menghadapi bonus demografi.  Laju bonus demografi juga akan berimbas pada sektor-sektor lain baik positif atau negatif seperti perumahan, keamanan, kecukupan pangan, dan penataan wilayah.

Exit mobile version