Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Dapil Sumbar, Benny Utama mengungkapkan rekrutmen hakim agung harus betul – betul memperhatikan aspek kualitas dan integritas, karena Makamah Agung merupakan benteng terakhir bagi masyarakat untuk mencari keadilan.
“Mungkin orang yang berilmu banyak tetapi yang memiliki integritas yang baik terutama dalam penegakan hukum, itu mungkin tidak banyak. Apalagi akhir – akhir ini kita banyak mendengar hakim kita, termasuk hakim agung yang bermasalah. Ini tentu menjadi catatan kita untuk perbaikan rekrutmen ke depannya,” tegasnya, dalam rapat Komisi III DPR dengan panitia seleksi, Senin (8/9).
Menurut Benny untuk memastikan para calon hakim agung tersebut benar – benar berintegritas perlu dilakukan tracking (pelacakan) rekam jejak secara mendalam. “Kita bisa bertanya kepada KPK, pernah atau tidak dilaporkan atau kepada Kejaksaan atau saat bertugas sebagai pegawai pajak. Kita juga bisa lihat dari dari laporan kekayaannya, cocok atau tidak dengan profilnya. Sebagai hakim berapa gajinya dan berapa laporan harta kekayaannya. Hal ini penting untuk mendapatkan hakim yang benar benar berintegritas,” ungkap legislator dari fraksi Golkar ini.
Benny juga mengatakan perlu dilakukan pendalaman terhadap para calon hakim agung yang sudah berkali – kali gagal dalam seleksi tetapi kembali ikut dan masuk dalam 16 nama calon yang diserahkan panitia seleksi ke Komisi III DPR. “Ini motivasinya perlu didalami, kenapa getol betul, bersemangat betul mau jadi hakim agung,” ujar Benny dari Dapil Sumbar II ini
Benny berharap para calon hakim agung yang diserahkan panitia seleksi kepada Komisi III sudah benar – benar teruji dari segala aspek. “Hendaknya yang dibawa ke komisi III sudah barang matang. Kalau hakim agung yang kita diloloskan nanti bermasalah tentu Komisi III yang disalahkan,” ujarnya. Karena itu, terang Benny, rekrutmen yang terbuka, jemput bola dan melibatkan partisipasi publik secara luas merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir masuknya calon hakim yang bermasalah.
Benny menambahkan salah satu tantangan hakim agung adalah menyelesaikan penumpukan perkara yang dapat menghambat publik untuk mendapatkan keadilan. “Ini sudah rahasia umum baik kasus pidana maupun perdata. Ini penumpukannya luar biasa. Kondisi ini sudah jauh dari asas hukum acara yang cepat, sederhana dan berbiaya murah. Barangkali ada pola yang harus kita buat bersama. Barangkali perlu dibuat kategori perkara mana saja yang bisa mengajukan kasasi baik dari kualifikasi delik, tindak pidana maupun ancamannya. Jadi harus ada pembatasan sehingga penumpukan perkara di Mahkamah Agung itu tidak menjadi persoalan yang mengusik rasa keadilan masyarakat,” bebernya.
Benny juga setuju agar seleksi hakim agung dipenuhi sesuai kebutuhan dan ketentuan yang diatur dalam undang undang. “Kalau anggarannya ada kenapa tidak dipenuhi sesuai jumlah yang dibutuhkan. Ini bisa juga untuk menjawah persoalan penumpukan perkara yang saat ini dihadapi Mahkamah Agung,” ujarnya.
Komisi III DPR RI menjelaskan bahwa lembaga kelengkapan dewan ini telah menerima 13 nama calon Hakim Agung dan 3 nama calon Hakim AdhocHAM Mahkamah Agung (MA) dari Komisi Yudisial.
Selanjutnya Komisi III DPR akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and propertest) sebelum nantinya dilakukan rapat pleno untuk pemilihan dan penetapan.
Nama-nama yang akan diuji tersebut terdiri dari calon Hakim Agung Kamar Pidana, Hakim Agung Kamar Perdata, Hakim Agung Kamar Agama, Hakim Agung Kamar Militer, Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara, Hakim Agung Tata Usaha Negara Khusus Pajak dan Hakim Agung Adhoc HAM.
Dalam rapat Komisi III DPR dengan panitia seleksi, Senin (8/9) yang dipimpin Ketua Komisi III DPR Habiburokhman untuk meminta penjelasan terkait mekanisme dan hasil seleksi calon Hakim Agung dan Hakim Adhoc HAM pada Mahkamah Agung. (Agusmardi)