Agam- Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perhutanan Sosial diharapkan menjadi solusi efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di kawasan hutan di Sumatera Barat (Sumbar). Perda ini memberikan kemudahan akses perizinan pengelolaan hutan bagi masyarakat melalui pemerintah provinsi, dengan fokus pada pengelolaan berbasis kearifan lokal.
Anggota DPRD Provinsi Sumbar, Ridwan Dt. Tumbijo, menyampaikan hal tersebut dalam acara Sosialisasi Perda Perhutanan Sosial yang dilaksanakan pada Minggu (1/12/24) di Kenagarian Manggopoh, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam.
Sosialisasi ini dihadiri oleh sekitar 200 orang, termasuk Walinagari, Tokoh Adat, dan masyarakat setempat. Ridwan berharap bahwa Perda Perhutanan Sosial dapat mengatasi berbagai permasalahan kehutanan yang ada, dengan menekankan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan hutan.
Dalam Perda ini terdapat sembilan ruang lingkup penting yang menjadi dasar pengelolaan perhutanan sosial, antara lain pengelolaan hutan, persetujuan pengelolaan, dan sanksi terhadap pelanggaran dalam pengelolaan hutan. Selain itu, pendataan perhutanan sosial juga menjadi bagian yang diatur dalam Perda ini untuk memastikan pengelolaan yang akurat dan efisien.
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar yang diwakili oleh Joni Putra, dalam kesempatan tersebut mengungkapkan bahwa luas hutan di Sumatera Barat mencapai 2.286.883 hektare atau sekitar 54,43% dari total luas wilayah Sumbar.
Dari luas tersebut, yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi adalah Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP), dan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK), dengan total luas 1.521.260 hektare atau 36,21% dari total luas Sumbar.
Joni Putra juga menjelaskan bahwa dari 1.159 nagari yang ada di Sumbar, sekitar 950 nagari terletak di dalam atau sekitar kawasan hutan. Berdasarkan data BPS 2020, terdapat 365 nagari yang berada di dalam atau sekitar kawasan hutan konservasi, 305 nagari berada di kawasan hutan lindung, dan 280 nagari berada di kawasan hutan produksi.
Hal ini menunjukkan pentingnya pengelolaan perhutanan sosial sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di atau sekitar kawasan hutan.
Dalam rencana strategis Dinas Kehutanan Sumbar 2022-2026, pemerintah pusat menargetkan pengelolaan perhutanan sosial seluas 50.000 hektare setiap tahunnya.
Joni menyebutkan bahwa tantangan bagi pemerintah provinsi adalah bagaimana mengoptimalkan pengelolaan perhutanan sosial untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan.
Acara sosialisasi ini juga dihadiri oleh berbagai tokoh masyarakat, antara lain Walinagari Manggopoh, Walinagari Salareh Aia Barat, Walinagari Kampung Tangah, serta Ketua LKAAM Kecamatan Lubuk Basung, Ninik Mamak, Alim Ulama, Cadiak Pandai, dan masyarakat Kenagarian Manggopoh.
Dengan adanya Perda Perhutanan Sosial, diharapkan masyarakat Sumbar dapat lebih sejahtera dan terlibat langsung dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada di sekitar mereka.(gulo)