Padang – Olahraga buru babi sangat digemari semua kalangan. Tak peduli usia tua maupun muda, kaya maupun sederhana, berpangkat maupun rakyat jelata. Namun perbedaan itu semua diikat oleh satu aturan, yakni aturan Adat Berburu Babi.
Namun saat ini, adat berburu babi mulai ditinggalkan oleh peburu babi itu sendiri. Maka dari itulah, PORBBI Sumbar dibawah Ketua Umum Masa Bakti 2018-2023 Verry Mulyadi menginginkan sekali adat tersebut pulang ke tampuak.
Verry Mulyadi mengatakan, adat buru babi yang telah ditinggalkan yakni seharusnya masyarakat yang meminta kepada PORBBI untuk melakukan buru babi. Namun pada kenyataannya sekarang malah peburu yang melakukan perburuan sendiri di tempat masyarakat.
“Kalau berburu, yang minta masyarakat. Masyarakat meminta barulah PORBBI hadir. Sekarang terbalik, PORBBI yang meminta kepada masyarakat. Dengan tinggalnya adat buru babi, banyak dampak negatif yang ditimbulkan jika budaya seperti ini tak dilestarikan. Seperti rusaknya tanaman petani, rusaknya kebun, matinya ternak warga sehingga timbul citra negatif dari masyarakat,”urai Verry.
lk
Sementara itu Jon Iswandi atau Jon Arrester yang merupakan Tuo Buru Babi dari FORBBI Kota Pariaman memaparkan,Adat Berburu Babi itu seperti pepatah Minang Anjiang Saikua Rantai Sarawan Badiah Salareh. Artinya buru babi adalah kebersamaan, semua sudah dianggap berdunsanak, sakik sanang samo dirasai.
“Cikal bakal berburu babi awal mulanya karena semangat kebersamaan dan kegotong royongan,”Jelas pria yang sudah puluhan tahun menggeluti buru babi.
Adat berburu babi seperti diterangkan Jon Arester, sebelum melakukan perburuan, para pemangku kebijakan seperti tuo guru, muncak, ninik mamak, muncak rajo, duduk bersama dilapiak (ditikar) guna membicarakan banyak hal, sembari mempersiapkan siriah dalam carano yang berisi bareh (beras), limau, serta batadiah batirai sebagai syaratnya.
Pembicaraan meliputi jadwal dan wilayah mana yang akan dituju untuk melakukan kegiatan berburu. Membahas jadwal berburu hingga ditata sedemikian rupa, agar tidak terjadi bentrokan dengan jadwal tanam atau masa panen petani.
“Oleh karena itu dibuatlah kalender berburu dengan baik, agar tidak terjadi bentrokan antara satu daerah dengan daerah lain. Agar tak terjadi bentrokan antara masa tanam padi maupun kebun petani,”katanya.
Disamping itu juga membicarakan uang bantuan jika ada anjing buruan yang terluka, peburu yang terluka, atau hewan ternak yang luka maupun tanaman yang hancur karena kegiatan berburu.
“Semua itu dibicarakan oleh pemangku kepentingan tadi terlebih dahulu. Jika ada kejadian seperti itu, maka dihitung semua kerugian. Dalam istilah populer di Minangkabau Indak Panuah Kaateh, panuah kabawah,”katanya.
Tata cara lainnya yang perlu jadi perhatian adalah tatacara malapeh anjiang (melepas anjing) haruslah dilakukan dengan sopan santun. Sebelum anjing dilepas, haruslah meminta izin dahulu kepada pemangku kepentingan, orang yang lebih tua dari peburu, serta orang disebelah.
“Tatacara malapeh anjiang dengan sopan santun agar jan sampai talendo urang, jan takanai urang, jan sampai tatembak urang,”kata Jon.(ridho)