Padang – Perekonomian Sumatera Barat menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2016 didorong membaiknya konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 5,78% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 5,49% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan Sumatera Barat pada periode ini sejalan pula dengan pergerakan nasional. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tercatat sebagai pertumbuhan tertinggi di kawasan Sumatera sejak triwulan IV 2015.
Kepala Bank Indonesia Wilayah Sumbar Puji Atmoko mengatakan sumber pertumbuhan terutama berasal dari kegiatan konsumsi yang berhubungan dengan perayaan lebaran dan liburan sekolah.
Meningkatnya permintaan dalam rangka perayaan lebaran dan liburan sekolah, yang didukung oleh membaiknya pendapatan masyarakat pasca perbaikan harga komoditas dan tambahan pendapatan menjelang lebaran mendorong konsumsi masyarakat. Selain itu, penyelesaian proses lelang dan mulai beroperasionalnya sejumlah proyek mendorong belanja pemerintah.
Ia mengungkapkan, setelah mengalami peningkatan pada triwulan I 2016, laju inflasi tahunan Sumatera Barat selama triwulan II 2016 mulai menurun. Laju inflasi tahunan Sumatera Barat pada akhir periode triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,23% (yoy), menurun dibandingkan laju inflasi triwulan I 2016 yang mencapai 6,63% (yoy).
Laju inflasi tersebut berada di bawah laju inflasi nasional dan rata-rata laju inflasi provinsi di regional Sumatera yang masing-masing tercatat 3,46% (yoy) dan 3,83% (yoy).
Dari sisi perbankan dijelaskan Puji, fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat sedikit menurun seiring perlambatan kredit, namun tetap berada pada level yang tinggi. Fungsi intermediasi tersebut tercermin dari indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 140,9% dari sebelumnya sebesar 141,2%.
Penurunan LDR diikuti oleh penurunan kualitas kredit, terindikasi dari meningkatnya rasio Non Performing Loans (NPL) kredit yang meningkat menjadi 3,3% dari triwulan sebelumnya 3,0%.
Lebih lanjut Puji menerangkan, ditinjau dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sumatera Barat secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU pada triwulan II 2016 yang menunjukkan hanya terdapat 3,3% korporasi yang menyatakan bahwa beban angsuran perbankan ke depan akan semakin berat.
Kredit perbankan pada sektor korporasi di Sumatera Barat pada triwulan II 2015 mencapai Rp27,6 triliun, tumbuh sebesar 8,5% (yoy). Kondisi tersebut relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,6% (yoy).
Ia memprediksi perekonomian Sumatera Barat diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,7% – 6,1% (yoy) pada triwulan IV 2016, lebih tinggi dibandingkan prakiraan pertumbuhan ekonomi triwulan III 2016 sebesar 5,6% – 6,0% (yoy).
Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama dan diperkirakan akan meningkat dipicu oleh multiplier effect yang ditimbulkan oleh peningkatan realisasi berbagai proyek serta adanya siklus liburan akhir tahun dan perayaan Tahun Baru.Investasi diperkirakan mulai meningkat dengan penggerak utama dari sisi belanja modal pemerintah.
Lebih jauh Puji mengatakan,laju inflasi triwulan IV 2016 secara umum diprakirakan berada pada level moderat dalam rentang 4 ± 1 % (yoy). Faktor utama pendorong laju inflasi di triwulan IV 2016 adalah liburan anak sekolah dan perayaan tahun baru yang secara historis memicu peningkatan harga tiket angkutan udara.
Serta prediksi terjadinya La Nina yang terjadi di Jawa berpotensi memberikan tekanan secara tidak langsung terhadap harga komoditas hortikultura seperti cabai merah dan bawang merah di Sumbar, mengingat besarnya pasokan komoditas tersebut dari Jawa.
Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar tahun 2016 diperkirakan meningkat pada kisaran 5,6% – 6,0% (yoy), dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 (5,41%, yoy). Pertumbuhan ekonomi tahun 2016 diprakirakan ditopang oleh perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi (sisi permintaan) serta peningkatan kinerja lapangan usaha perdagangan, lapangan usaha industri pengolahan dan lapangan usaha transportasi (sisi penawaran).
Dirinya juga menambahkan, inflasi Provinsi Sumbar pada akhir tahun 2016 diprakirakan berada pada rentang 4% ± 1% (yoy) atau meningkat dibandingkan tahun 2015 sebesar 1,08% (yoy).
Faktor bencana banjir pada awal tahun 2016, belum optimalnya sistem buffer capacity untuk beberapa komoditas hortikultura, dampak La Nina terhadap pasokan beberapa komoditas serta ekspektasi perbaikan ekonomi dan daya beli masyarakat, diperkirakan menjadi pendorong naiknya laju inflasi di tahun 2016.