Oleh: Almadi (Wartawan Muda)
Jangan sesekali melanggar hukum. Sekecil apa pun masalah hukum, pelakunya tetap dihukum. Hukum adalah panglima tertinggi dinegeri ini. Dimulai dari hukum pidana sampai hukum rimba. Dimata hukum semua sama kecuali yang dekat raja rimba. Siapa berani mengganggu anak raja. Hukum bakal berbalik arah.
Seperti baru-baru ini, kasus atlet judo Sumbar yang ditangkap oleh pihak berwajib karena membawa 10 paket narkoba jenis sabu. Atlet berinisial EF (27) adalah pejudo yang pernah memperkuat kontingen Tuah Sakato pada PON IXI Jabar, dia sempat masuk babak perempatfinal.
Tertangkapnya atlet judo ini mencoreng nama besar PJSI (Persatuan Judo Seluruh Indonesia) sebab, dalam olahraga beladiri asal Jepang selalu diajarkan spritual kebaikan. Arang telah tercoreng dikening, hal ini membuat malu keluarga besar PJSI termasuk KONI Sumbar. “Kita akan telusuri dulu sejauh mana kasus yang menimpa atlet judo itu. Sekarang saya sudah minta informasi dari pihak terkait,” ujar Ketum KONI Sumbar, Syaiful SH, M.Hum.
Sebenarnya, kasus hukum menimpa pelaku olahraga Sumbar sudah tak terhitung. Entah ini ada kaitannya untuk menguji kepiawaian Ketum KONI, Syaiful yang juga seorang advocat. Bukan rahasia lagi, sosok Syaiful sebagai advocat dikenal banyak pegang kasus sudah teruji dalam dunia kasus hukum pidana. Apalagi kasus hukum rimba, ada pula kisahnya.
Kasus hukum yang terjadi pada atlet sudah hal biasa. Namanya manusia tak lepas dari kesalahan. Sebenarnya persoalan hukum bagi atlet adalah makananya sehari-hari. Karena, mereka setiap bertanding selalu berhadapan dengan sang pengadil yaitu, wasit atau juri. Namun, jika masalah hukum diluar arena olahraga tentu sudah lain. Sebab, berhadapan dengan tembok derita.
Banyak cerita pilu kasus hukum yang menimpa atlet atau pelatih. Seperti mantan petinju nasional asal Sumbar, Gonzales sempat dua kali menikmati tidur dihotel pordeo dengan kasus berbeda. Mantan juara nasional Sarung Tinju Emas (STE) itu nyaris putus asa dalam hidup. Tak ada teman atau sahabat yang dulu dekat denganya ikut membantu. Gonzales yang dikenal garang diatas ring. Begitu berhadapan dengan hukum langsung lunglai.
Maklum dia mana mengerti masalah hukum. Kemana mau mengadu tak pula tahu. Akhinrya Gonzales seperti anak hilang, sempat bertahun-tahun dibalik jeruji tanpa ada yang peduli. Saat ini, pelatih atletik Sumbar Priadi Kaliman harus meringkuk pula ditembok derita selama 5 tahun di Rutan Kabupaten 50 Kota.
Tidurnya Priadi dibalik jeruji Rutan Kabupaten 50 Kota, berdampak langsung anjloknya prestasi cabang olahraga atletik Sumbar. Karena sosok beliau sebagai pelatih bertangan dingin belum ada tandingannya. Berapa banyak atlet atletik Ranah Minang dia lahirkan untuk memperkuat kontingen Merah Putih pada Asian Games mendatang.
Sejak Priadi absen mencari talenta-talenta cabor atletik di Kabupaten 50 Kota, ini sangat terasa dampaknya bagi Pengprov PASI Sumbar. Atlet yang muncul tak sebanyak dulu, kondisi tersebut satu ancaman bagi perkembangan olahraga Sumbar. Sebab, cabor atletik diharapkan sebagai gudangnya penyumbang medali emas buat kontingen Tuah Sakato pada multi ivent tak ada lagi estafetnya.
Selain itu, ada pula kasus menimpa mantan juara dunia angkat berat, Nanda Telambanua sampai sekarang tidak dapat tidur nyenyak. Karena jalan kerumahnya dipagar tetangga sebelah. Nanda merasa tak lagi dihargai sebagai orang terkuat dunia. Dia bersabar hati menghadapi tetangga yang kelewat batas itu. Berbagai cara dilakukan, mengadu ke Padang satu hasilnya nihil.
Puncak sabar Nanda akhirnya sampai batas, dia tanpa sungkan-sungkan langsung lapor kepada Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi pada acara pemberian penghargaan atlet legenda. Kasus menimpa Nanda itu dapat respon Menteri olahraga dan mendesak Pemko Padang menyelesaikannya.
Pada rapat terakhir di kantor Satpol PP Padang, Nanda Telambanua didampingi ketua Aliansi Jurnalis Olahraga (AJO ) Sumbar disetujui secepatnya dilakukan eksekusi pembongkaran jika keluar surat tunjuk batas dari Badan Pertanahan Nasional. Dari berbagai kasus hukum yang dilakoni pelaku olahraga Sumbar sangat diperlukan sebuah lembaga hukum bagi mereka. Istilahnya LBH atau apalah namanya. Ini perlu dikunyah-kunyah jangan biarkan atlet berjuang sendiri menghadapi hukum. Kalau hukum rimba tak apalah. Mereka sudah biasa. (***)