Padang – Sebagian besar pecandu narkoba di Sumatera Barat (Sumbar) pertama kali mengenal barang haram tersebut bukan dari pengedar, melainkan dari teman pergaulan. Berdasarkan hasil kajian, sebanyak 88 persen pengguna narkoba awalnya diajak atau diberi teman, hanya dua persen yang mendapatkannya langsung dari pengedar.
“Ini sudah terbukti dari hasil penelitian. Sisanya, ada yang menyalahgunakan obat-obatan yang dibeli di apotek atau toko obat,” ungkap Kepala Bidang Ideologi Wasbang dan Karakter Bangsa, Kesbangpol Sumbar, Donny R. Saputra, dalam sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif, Selasa (26/8/5) di Padang.
Acara ini digelar oleh Wakil Ketua DPRD Sumbar, Evi Yandri Rajo Budiman, dan dihadiri masyarakat Kuranji, camat, hingga lurah se-Kecamatan Kuranji.
Donny menyebutkan, jumlah penyalahgunaan narkoba di Sumbar terus bertambah. Data 2020–2021 mencatat ada 64 ribu pengguna, dan angka itu terus meningkat dari tahun ke tahun.
Menurutnya, upaya pemberantasan narkoba harus dilakukan menyeluruh, mulai dari menutup akses peredaran, penangkapan bandar, sosialisasi bahaya narkoba, pengawasan, hingga rehabilitasi.
“Saya mengajak semua pihak melakukan apa pun yang bisa mencegah penyalahgunaan narkoba. Awasi anggota keluarga, sebarkan pamflet, atau adakan sosialisasi. Semakin banyak yang peduli, hasilnya tentu akan lebih besar,” katanya.
Senada dengan itu, Wakil Ketua DPRD Sumbar, Evi Yandri, menegaskan bahaya narkoba sudah masuk ke semua kalangan, termasuk anak-anak sekolah dasar.
“Banyak kasus dimulai dari anak SD. Jumlahnya semakin meningkat di kalangan pelajar SMP dan SMA, bahkan orang dewasa,” ujarnya.
Ia menambahkan, narkoba kini hadir dalam berbagai bentuk, tidak hanya ganja, sabu, atau ekstasi, tetapi juga minuman, permen, obat batuk yang dikonsumsi berlebihan, lem, hingga jamur kotoran sapi. Semua memiliki efek merusak organ, pikiran, dan mental.
Karena itu, Evi mengingatkan masyarakat untuk waspada. “Kalau anggota keluarga sering menyimpan obat batuk atau obat pereda nyeri dalam jumlah banyak, segera curigai. Lihat perubahan sikapnya dan bila perlu lakukan tes urine,” tegasnya.
Dalam sosialisasi tersebut, hadir pula seorang penyintas narkoba bernama Rival, 14 tahun, asal Pasaman. Ia pertama kali memakai ganja ketika masih duduk di bangku kelas 6 SD, setelah diberi teman.
Setelah itu, ia mencoba sabu hingga akhirnya mengalami gangguan perilaku. Rival bahkan sempat mencuri motor dan ponsel, bukan untuk dijual, melainkan hanya dipakai sebentar. Akibatnya, ia mengalami gangguan kejiwaan dan sempat dipasung oleh keluarganya.
Rival kini menjalani rehabilitasi melalui bantuan Evi Yandri dan Yayasan Pelita Jiwa Insani (YPJI). Kondisinya perlahan membaik dan mulai pulih dari ketergantungan
Evi Yandri menegaskan, pecandu narkoba harus dipandang sebagai pasien yang butuh rehabilitasi, bukan sekadar dihukum.
“Kalau pengedar itu lain urusan. Tapi kalau pecandu, jangan disembunyikan atau ditutupi. Laporkan agar bisa direhabilitasi. Mereka tidak akan dipenjara,” katanya.
Bersama YPJI yang berlokasi di Gunung Sarik, Kuranji, Evi aktif membantu masyarakat yang ingin melepaskan anggota keluarganya dari jerat narkoba. Yayasan tersebut memiliki tenaga medis profesional yang khusus menangani pasien rehabilitasi.
“Sudah banyak masyarakat yang datang untuk meminta bantuan. Harapan kami, semakin banyak yang direhabilitasi, semakin berkurang jumlah penyalahgunaan narkoba di Sumbar,” tutupnya.(*/SP/gulo)