Arema FC vs SPFC: Partai Hidup Mati Setelah 33 Tahun

Oleh: Firdaus Abie

Akhirnya, puncak Liga 1 musim 2024/2025 ada di laga terakhir, atau pekan ke 34, atau Pekan Pamungkas! Ada dua hal menarik pada laga terakhir. Pertama, bukan tentang siapa juara, tetapi siapa yang akan terdepak. Kedua, laga Arema Vs Semen Padang seakan mengingatkan pecinta sepakbola, pendukung Semen Padang pada peristiwa 33 tahun silam. Laganya, sama-sama penentuan!
Ketiga, perang urat syaraf sudah dimulai. Penasihat Semen Padang FC sudah melemparkan bola panas yang arahnya ke kubu Arema. Katanya, Semen Padang takut dikerjai di kandang Arema. Pernyataan itu disikapi kubu Arema. Mereka meminta, semua pihak agar menjaga lisan. Andre Rosiade justru mengungkit pula capaian Arema atas Semen Padang, di Piala Presiden 2017.
Ada tiga tim yang akan menentukan jalan nasibnya sendiri. Bonus Rp 500 juta yang disediakan Penasehat SPFC, Andre Rosiade, tak mampu memberikan tiga poin pada laga kandang, SPFC menjamu Persik Kediri. Tuan rumah justru kebobolan lebih dahulu, tendangan bebas Ze Valente, tak dapat dibendung penjaga gawang SPFC, Arthur Augusto.
Beruntung, Bruno Gomes mencetak gol penyeimbang di menit ke-62, memanfaatkan bola lepas dari halauan penjaga gawan Persik Kediri. Hasil itu menjadikan poin SPFC 33. Dua angka di atas PSS Sleman dan Barito Putra yang menempati posisi ke 16 dan 17. SPFC di posisi ke 15.
Ketiga tim yang akan menentukan nasibnya, menghindari menemani PSIS Semarang yang sudah terlebih dahulu terdegradasi ke Liga II. PSS Sleman, Barito Putra dan Semen Padang. Menariknya, ketiga tim berlaga di kandang lawan. Hanya satu tim yang akan lepas dari lubang degradasi.
Barito Putra sedikit punya nafas. Mereka dijamu PSIS Semarang, tim yang sudah memastikan ada di Liga 2 musim depan. Barito Putra berada setingkat di atas PSIS Semarang. Performa PSIS Semarang sedang terpuruk. Kebobolan 11 gol dalam tiga laga terakhir. Hanya bisa membukukan dua gol saja. Kalau Barito Putra menang, poin maksimal 34. Nasibnya tergantung hasil Semen Padang dan PSS Sleman.
Barito Putra selamat dari degradasi jika menang dari PSIS Semarang, lalu Semen Padang kalah dari Arema Malang, kemudian PSS Sleman kalau atau seri menghadapi Madura United yang berada dua tingkat di atasnya. Jika PSS Sleman dan Barito Putra sama-sama menang, maka PSS unggul rekor head to head dari Barito Putra.
Nasib PSS Sleman selamat dari degradasi jika mereka menang atas Madura United, kemudian Semen Padang kalau dari Arema. Jika PSS Sleman dan Barito Putra sama-sama menang, maka PSS Sleman bisa tersenyum lega karena rekor head to headnya dengan Barito Putra, lebih baik.
Bagaimana dengan Semen Padang? Masih terbuka lebar pintu untuk tetap bertahan di Liga 1, apalagi jika menang dilaga terakhir menghadapi Arema. Peluang tetap di Liga 1 jika imbang melawan Arema, kemudian PSS Sleman dan Barito Putra tidak bisa meraih tiga poin. Atau, pada laga terakhir, ketiga tim yang bermain pada Sabtu, 24 Mei 2025, memiliki jadwal kick off yang sama, berakhir dengan hasil imbang, atau sama-sama kalah.
Semen Padang dijamu Arema di Stadion Kanjuruhan. Di stadion ini, pada 1 Oktober 2022, menjadi malam yang kelam bagi sepakbola dunia. Kerusuhan terjadi setelah Arema kalah dari musuh bebuyutannya, Persebaya Surabaya. Ribuan penonton masuk ke lapangan. Polisi melepaskan gas air mata. Terjadilah peristiwa yang tak diinginkan.
Berdasarkan data di Posko Pusat Krisis Postmortem, 133 orang tewas, tetapi Aremania, pendukung Arema, menduga lebih dari 200 orang. Jumlah ini terbanyak kedua di dunia, setelah bencana Estadio Nacional tahun 1964 di Peru, yang menewaskan 328 orang.
Sejak kejadian itu, Arema baru kembali ke Kanjuruhan saat menjadi Persik Kediri, tim satu provinsi. Setelah pertandingan selesai, sejumlah oknum pendukung Arema melempari bus yang membawa pemain Persik Kediri.
Terlepas dari nonteknis tersebut, ada hal menarik dari pertemuan Semen Padang vs Arema. Data statistik di lima pertemuan terakhir, Semen Padang tak pernah menang. Fakta ini tak bisa dibantah. Kendati begitu, bukan berarti Semen Padang tak pernah menang menghadapi Arema saat laga di Jawa Timur.
Sebuah kisah manis dilukiskan dengan tinta emas oleh legenda Semen Padang, 33 tahun silam. Para legenda itu diantaranya adalah Trisno Afandi, Afdal Yusra, Joni Effendi, Delfiadri, Nil Maizar, Endra M, Weliansyah dan kawan-kawan.
Ketika itu ada Piala Liga, tahun 1992. Sebuah turnamen resmi jelang kompetisi. Babak enam besar dibagi dua grup. Semen Padang, Petrokimia Gresik dan Pelita Jaya berada dalam satu grup. Main pertama, Semen Padang menahan imbang Pelita Jaya, 1-1. Pelita Jaya vs Arema, 1-1. Semen Padang vs Arema, 2-1. Semen Padang juara grup, kemudian di final bertemu Arema.
Suhatman Imam, sang pelatih dimasa itu, mengenang bahwa perjalanan menjelang sampai ke final merupakan sebuah langkah yang tidak masuk akal.
Trisno Afandi menyebutkan, tim berangkat dalam dua kelompok terbang. Pemain yang berangkat pertama, diantaranya Trisno Afandi, sedangkan pemain lain justru sampai di Gresik lewat dinihari, beberapa jam sebelum pertandingan.
Afal Yusra, Wing Back Kiri, mengenang peristiwa tersebut sebagai sesuatu yang membuatnya sedih. Ia terpaksa harus jadi penonton saat partai final karena tangannya patah.
Tempat Afdal Yusra kemudian dipercayakan kepada Joni Effendi, walau posisi Joni di Wing Back Kanan. Bagi Joni, partai tersebut sangatlah penting. Disaat penyisihan, Ia bermain cemerlang, tapi di enam besar, Ia tak dibawa ke Gresik. Setelah Afdal Yusra cedera, barulah Joni dipanggil menghadapi partai final.
Nil Maizar punya kesan khusus pada tim. Kelebihan dari tim ini, kata Nil Maizar, salah satu pilar Semen Padang kala itu, justru karena kekompakan tim, padahal banyak masalah yang dihadapi saat itu.
Weliansyah juga punya pengalaman menarik. Ia merasakan, partai tersebut sangatlah menarik. Sangat ketat.
Kendati momentumnya berbeda, partai tersebut sangatlah penting bagi kedua tim. Bagi tuan rumah Arema, pertandingan tersebut menjadi ajang pembuktian bahwa mereka lebih baik dari Semen Padang. Mereka tentu ingin meneruskan trend positifnya. Lima laga terakhir, tak terkalahkan oleh Semen Padang.
Bagi tim Kabau Sirah, ini adalah partai hidup mati. Malahan mungkin tak kalah pentingnya dari laga 33 tahun silam. Draw, apalagi kalah, maka nasibnya ditentukan oleh hasil dua pesaingnya, bertahan atau tersingkir dari Liga 1 musim depan. Kemenangan menjadi satu-satunya jalan tak terbendung bagi dua pesaingnya. Kemenangan sekaligus menjadi pemisah rekor buruk bertemu Arema. (*)