PADANG-Kita menyadari bahwa Nusantara adalah rumah bagi 1300 suku bangsa dengan adat dan budaya yang luar biasa unik.
“Adat dan budaya Nusantara ini kalau tidak digali dan dilestarikan maka generasi penerus akan lupa tentang jati diri bangsanya sendiri,” katanya.
Tuanku Mudo Rajo Disambah Adityadiningrat tidak menampik saat ini generasi muda lebih banyak mengenal budaya luar daripada adat dan budaya tanah leluhurnya.
Proses akulturasi yang terjadi di masyarakat tersebut salah satunya imbas dari kemajuan teknologi dan informasi. Bahkan, kini setiap individu terutama anak-anak dengan mudah bisa mengakses dunia luar lewat gawai.
“Di saat bersamaan adat dan budaya kita semakin tergerus,” ujar dia yang mengaku prihatin.
Oleh karena itu, sambung dia, FABN ke-3 ditujukan untuk terus memperkuat ketahanan adat dan budaya Nusantara. Sebelumnya penyelenggaraan FABN ke-2 yang diadakan di Magelang, Jawa Tengah yang dihadiri 264 orang yang terdiri atas para raja, sultan, datu, kepala suku, dan pemangku adat di tanah air juga menggaungkan penguatan adat dan budaya Nusantara.
Muhammad Yusuf mengatakan edukasi tentang adat dan budaya tidak terlepas dari peran sekolah. Selama ini anak didik lebih cenderung hanya tahu tentang Sri Sultan Hamengkubuwono, Pakubuwono, Samudra Pasai, dan nama-nama raja tertentu lainnya. Padahal tercatat lebih dari 350 kerajaan besar maupun kecil, hanya saja jarang diketahui publik.
Ia menambahkan, penyadartahuan tentang Nusantara tidak bisa hanya dibebankan kepada institusi sekolah saja. Namun, banyak pihak termasuk organisasi Masyarakat Adat Nusantara atau Matra harus mengambil peran dalam mengedukasi masyarakat.
Sementara itu, Ketua Dewan Pendiri Matra Sri Paduka Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangku Alam II mengatakan FABN merupakan sumbangsih Matra untuk ikut serta mengembangkan, dan melestarikan seni budaya Nusantara. (Naldi)