Jika “diadu” pesilat dengan karateka, siapa yg unggul? Berdasar “kebanggaan kultural” semua akan menjawab pemenangnya adalah pesilat. Saya juga! Jika menjawab lain, siap2lah untuk dicaci maki! Saya adalah murid Silek Tuo. Walau saya hanya belajar kulit2nya saja selama satu tahun pada 1970 di Bukittinggi. Guru saya adalah bapak Bustamam St. Makmur asal Lawang.
Beliau adalah ayahanda bu Syofyani Yushaf, pelatih dan pimpinan grup tari Sumatera Barat yg (sangat) terkenal itu. Jika jawaban secara “kebanggaan kultural” silat yg menang lawan karate, kini izinkan saya menjawab secara “nan bana” (realita), apapun risikonya! Pemenangnya adalah Karate, bukan Silat.
Saya punya pengalaman yang ironis. Tahunnya mungkin antara 1975 – 1980, tempatnya di Pusat Kebudayaan Padang (PKP), sekarang Taman Budaya Sumbar. Waktu itu seorang guru olahraga IKIP, yang juga guru silat sekaligus Ketua IPSI Sumbar (sebelum saya) mengadakan semacam pertandingan silat di pentas PKP.
Untuk maksud tersebut dia mengundang guru-guru silat dari berbagai kota. Tujuan sebenarnya untuk promosi perguruannya. Bahwa anak2 didiknya unggul dalam silat! Saat itu perguruan saya, Perguruan Silat Empat Banding Budi (PS Patbanbu) oleh beliau tidak diterima sebagai Anggota IPSI, tanpa menjelaskan alasannya.
Singkat cerita di pentas berhadapanlah murid didikan beliau dari FPOK (Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan) yg kelak bergabung ke IKIP Padang, dengan tuo silek legendaris dari Pariaman: Sidi Burak. Hanya beberapa detik, saat Sidi Burak sedang berbalabek, tiba-tiba saja dia terjungkal kena tendang. Saat kali kedua dia terjungkal, saya melompat ke pentas.
Menghentikan pertandingan dan menghadap kepada sang dosen sambil berkata tajam: “Hentikan pertandingan ini. Silat olahraga tidak bisa dipertandingkan dengan silat tradisi”. Semua terkejut, tapi mendukung sikap saya. Padahal saya bukan panitia acara itu. Saat itu hampir semua orang mengenal dan menyegani saya.
Tak ada cara lain, dosen tersebut terpaksa tidak melanjutkan acaranya: Mempertandingkan pesilat olahraga yang dia pimpin, dengan silat tradisi. Itu satu contoh. Dengan silat olahraga saja, Sidi Burak sebagai tuo silek legendaris dari Pariaman dibuat tidak berdaya. Saya memahmi, bahkan mahir, sistem dan mekanisme karate. Namun saya bukan seorang murid karate (karateka).
Orang boleh marah, karena saya mengatakan karate menang melawan silat. Padahal saya murid silek tuo! Namun apa yang saya katakan adalah fakta tak bisa dibantah, meskipun pahit.
Fakta ini tak pernah diungkapkan, karena kebanggaan kultural itu. Budaya kita lebih hebat dari budaya orang! Sikap bangga membabi buta seperti ini, yg dipupuk dan tumbuh subur dikalangan kita, sesungguhnya amat menyesatkan!
Lalu apa kelebihan karate, apa pula kelemahan silat?
Karate adalah olahraga beladiri. Silat adalah seni beladiri. Pada karate, yang utama adalah beladirinya. Pada silat, yang utama adalah seninya! Secara tematik, keduanya tak bisa dipertandingkan. Tidak bisa diadu. Secara amat sederhana, bagaimana mungkin mengadu olahraga dengan seni?
Tapi itu tadi, disebabkan “kebanggaan kultural” sebagaimana di awal tulisan ini, kebanggaan yang membabi buta, semua yang kita miliki pasti lebih hebat dari milik orang.
Apa kelebihan karate?
Sebagai olahraga beladiri, karate memiliki prasarana dan sarana untuk membuat pukulan, tendangan dan tangkisannya demikian tangguh. Namanya makiwara.
Makiwara adalah alat berupa:
1. Papan yg ditancapkan cukup dalam, bagian atasnya setinggi dada dililit dengan tali.
- Karung diisi pasir dan digantung
Kedua benda ini dipukul dan ditendang ratusan kali setiap latihan. Tujuannya memperkuat/memperkeras pukulan dan tendangan. Kemudian ada latihan memukul, menendang dan menangkis angin. Latihan yang juga diulang ratusan kali tiap latihan. Itu semua tidak dikakukan silat. Ya untuk apa? Silat lan seni, bukan olahraga bela. Secara “sederhana” kekuatan antara silat dan karate bisa digambarkan sebagai berikut:
Bila pesilat memukul jidat seseorang dengan kuat, orang tersebut akan tersurut dua tiga langkah. Mungkin akan terhenyak duduk. Jidatnya bengkak sebesar telur dan berdarah. Bila karateka yang memukul dengan kuat, orang tersebut akan jatuh tertelentang dan..mati!
Artinya, dari sisi kekuatan akibat efek latihan, karate amat jauh lebih unggul dari silat. Namun akan mengada-ada, jika karateka disuruh bertanding dengan pesilat. Bagaimana mungkin olahraga bertanding mana yang lebih hebat dari seni. Ibarat sepak bola disuruh bertanding melawan Tari Serampang 12.
Ya tidak nyambung! (Makmur Hendrik, mantan Pemimpin Harian Umum Semangat Tahun 80an)