Pemerhati infrastruktur di Sumatera Barat mempertanyakan keseriusan jajaran Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) III yang seolah lalai mengawasi kinerja rekanan sehingga hasil pekerjaan tidak maksimal bahkan terkesan amburadul. Puluhan hingga ratusan miliar digelontorkan namun hasilnya jauh dari yang diharapkan masyarakat. Ada kesan seolah anggaran diraup namun kinerja kian buruk.
Entah mengapa beberapa tahun belakangan, proyek rehabilitasi dan pengkatan kapasitas jalan nasional dibawah komando jajaran BPJN III yang pengerjaannya diserahkan pada rekanan umurnya ketahanannya tidak berlangsung lama. Jangankan untuk jangka waktu puluhan tahun, baru beberapa tahun jalan atau jembatan tersebut telah rusak. Bahkan ada yang hancur dalam hitungan bulan dan hari.
Tidak diketahui secara pasti, apakah rekanan yang terlalu pintar “mengakali” atau mungkin pengawasan dari pihak BPJN III yang “pura-pura melek”. Sehingga pihak rekanan pelaksana sepertinya leluasa bermain meraup keuntungan.
Disebut-sebut dan jadi perbincangan hangat dikalangan rekanan kontraktor, kalau rekanan pemenang tender yang melaksanakan proyek di BPJN III tersebut tampak orangnya itu-itu saja dan polanya jarang yang bekerja maksimal.
Bahkan, ada salah seorang kontraktor mengaku bernama Andi pada wartawan mengatakan, rekanan pelaksana leluasa “bermain” di institusi penanggungjawab jalan negara itu karena telah memenuhi “aturan main” yang diterapkan oleh oknum petinggi balai tersebut.
“Celakanya, ada pengerjaan yang jebol atau hancur yang mungkin karena pengurangan volume dan kebetulan di lokasi tersebut ada banjir bencana walaupun sedikit saja, sang oknum pejabat tersebut dan rekanan menjadikan bencana itu sebagai kambing hitam untuk meraup dana pasca bencana,” ujar Andi yang meminta nama aslinya tidak dipublis.
Menurut informasi dan hasil investigasi wartawan Sumbar Post di lapangan, pekerjaan rekanan yang tidak maksimal dan menuai masalah pada tahun 2019 lalu diantaranya, Pekerjaan penanganan pengaspalan jalan Muaro Silokek Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat, yang dilaksanakan oleh PT Tri Jaya Putra pada wilayah Satker PJN II Sumbar dan Pembangunan Pergantian Jembatan Air Ampang Gadang, Kabupaten Pasaman berada di Satker PJN I.
Terkait Pekerjaan penanganan pengaspalan jalan Muaro Silokek, dari pantauan wartawan ketika di lokasi, sebagaimana diberitakan pada edisi sebelumnya, baru dalam hitungan hari setelah serah terima pertama pekerjaan sudah rusak dan hancur, meski rekanan dan PPK berdalih ada masa pemeliharaan untuk memperbaiki namun seharusnya pengawasan dilakukan konsultan pengawas dan PPK ketika pengerjaan sedang dilaksanakan agar terjaga mutu dan kualitas pekerjaan tersebut.
Akibatnya, pekerjaan yang terkesan amburadul tersebut mendapat sorotan berbagai kalangan LSM dan media di Sumbar. Bahkan, pihak Kejati Sumbar yang mengaku baru mengetahui hal tersebut mengatakan akan mengusutnya ke ranah hukum.
Kepada wartawan pihak Kejati Sumbar mengatakan, ada laporan dari masyarakat yang masuk soal dugaan penyimpangan Proyek Jalan Muaro-Silokek itu. Sehingga Kejati Sumbar dengan mudah mengambil langkah hukum untuk menindaklanjuti laporan dugaan penyimpangan tersebut.
Ketika itu, Kasipenkum, Yunelda SH. MH kepada wartawan dengan lantang mengatakan sangat geram mendengar dan menerima laporan tentang amburadulnya hasil pekerjaan Proyek Penanganan Jalan Muaro-Silokek, dengan nilai Rp. 12 Miliar lebih yang dikerjakan oleh PT. Tri Jaya Putra ini.
Dari data laporan tersebut, Yunelda mengatakan telah terindikasi adanya pelanggaran pidana di dalam pekerjaan proyek Jalan Muaro-Silokek tersebut, sesuai dengan UU Jasa Konstruksi serta UU Korupsi. Pihak Kejati Sumbar akan melakukan penyelidikan terhadap proyek tersebut sebagai langkah hukum untuk menindaklanjuti laporan dari masyarakat.
Sementara itu, salah seorang pengamat infrastruktur yang juga anggota DPRD Sumbar, HM Nurnas, kepada Sumbar Post pernah mengatakan, penanggung jawab proyek sebenarnya dapat dipidana jika pengerjaan proyek tidak sesuai ketentuan sehingga menyebabkan kegagalan kerja. Konsekuensi hukum atas penyebab kegagalan kerja itu terakomodasi dalam UU Jasa Konstruksi.
“Aturan UU 2/2017 tentang jasa konstruksi menyebutkan bahwa pengerjaan proyek yang tidak memenuhi ketentuan hingga menyebabkan kegagalan kerja dapat dipidana maksimal lima tahun penjara atau denda maksimal 10 persen dari nilai kontrak,” ujarnya.
Nurnas mengatakan, perlu ada investigasi khusus terhadap penyimpangan yang terjadi dalam sejumlah proyek pembangunan infrastruktur. Patut diduga prosedur standar teknis yang tidak dipatuhi.
Lebih lanjut Nurnas mengatakan, dilihat dari rengkahan lapisan aspal kesamping, itu disebabkan karena lapisan agregat dibawah permukaan aspal daya dukungnya lemah, ini mengakibatkan terjadinya pergeseran lapisan agregat kesamping. Hal ini terjadi bisa juga karena daya dukung lapisan pinggir jalan atau bahu jalan tidak bagus. Sehingga terjadi pergerakan kesamping yang membuat lapisan tersebut rengkah kesamping.
Andaikan ada tebing atau jurang ditepi jalan aspal, seharusnya PT. Tri Jaya Putra ada mengerjakan pasangan batu untuk menahan beban tanah kesamping. Tapi kenyataannya tidak ada pekerjaan pasangan batu ditepi jalan aspal tersebut.
“Jadi, hancurnya hasil pekerjaan jalan Muaro-Silokek hanya hitungan hari dikarenakan metoda pelaksanaan pemadatan dilapangan tidak berjalan dengan baik. Ini menyebabkan daya dukung lapisan pondasi atau pengerasan agregat menjadi lemah,” ungkapnya.
Begitu juga dengan pekerjaan bahu jalan beton, lanjut dia, kalau bahu jalan beton itu sudah jelas tidak masuk mutunya. Sebab, biasanya kalau bahu jalan beton dipakai FC 15, namun diduga mutu beton yang dikerjakan oleh PT. Tri Jaya Putra kecil dari FC 15. “Oleh karena itu bahu jalan beton terlihat rapuh dan sudah ada yang hancur,” kata dia.
Hal yang hampir sama di wilayah kerja Satker PJN I Sumbar, Pembangunan Pergantian Jembatan Air Ampang Gadang yang di laksanakan CV BINTANG SAGO JAYA dengan Pagu Dana Rp 2.757.777.000 Tahun 2019, di duga dilaksanakan tidak sesuai dengan Spesifikasi Perencanaan Bestek yang tertuang di dalam surat perjanjian kontrak, Pasaman -Sumatera Barat,Kamis(19/12/2019).
Sebagaimana diberitakan berbagai media massa, berdasarkan Investigasi yang dilakukan LSM pada pelaksanaan pembangunan pergantian Jembatan air Ampang Gadang yang dilaksanakan CV BINTANG SAGO JAYA di duga tidak sesuai dengan spesifikasi perencanaan Bestek yang tertuang di dalam surat perjanjian kontrak terindikasi merugikan keuangan negara.
Pasalnya, kata Oyong,” kami menduga pada item-item pekerjaan seperti bahan besi beton mempergunakan besi tidak sesuai dengan ukuran yang ditentukan, kedalaman galian dan pengecoran sumuran tidak sesuai dengan volume, matrial timbunan mempergunakan urukan biasa dan ketebalan Base B diduga tidak sesuai dengan volume spesifikasi perencanaan Bastek yang tertuang didalam surat perjanjian kontrak pekerjaan.
Ketika itu, Oyon Hendri mengatakan, dugaan kami tersebut di perkuat dengan kondisi jembatan yang sepertinya telah selesai dilaksanakan, tampak miring lebih kurang 50 Cm ke sudut ujung samping, di duga sumuran dan tapak jembatan turun kebawah karna tidak tahan menahan beban jembatan.
Kuat dugaan, kata dia, volume galian sumuran kurang dalam sehingga volume pengecoran sumuran juga berkurang diduga tidak sesuai dengan spesifikasi perencanaan Bestek yang tertuang pada surat perjanjian kontrak pekerjaan.
Terkait pekerjaan jalan Muaro-Silokek, Kasatker PJN II Wilayah Sumbar, Agung Setiawan tidak memberikan jawaban meski upaya konfirmasi telah berulangkali ke kantor dan via telepon. Hal yang sama juga pada PPK 2.2 yang menangani proyek tersebut, ketika di telepon dia mengatakan tidak bisa bicara banyak karena usai sakit parah dan dirawat di Malaka. Kondisi yang sama ketika konfirmasi ke Satker PJN I Alabar Dien dan Kepala BPJN III Padang, hingga berita diturnkan tidak mendapat jawaban. (TIM)