Indeks

Kalah Hitung-hitungan Gol, Strategi Indra Syafri Dipertanyakan di SEA Games 2025

Chiang Mai -Tersingkirnya Timnas Indonesia U-22 dari SEA Games 2025 bukan karena kalah agresivitas gol dari Malaysia. Kegagalan ini adalah tanggung jawab pelatih Indra Syafri.

Indonesia datang ke laga terakhir Grup B dengan misi matematis yang terang benderang, menang dengan selisih minimal tiga gol. Ini bukan rahasia, bukan spekulasi, melainkan fakta kompetisi. Namun anehnya, pendekatan yang diterapkan Indra Syafri di lapangan justru tidak mencerminkan urgensi tersebut.

Alih-alih tampil menekan sejak menit awal, Garuda Muda bermain seolah cukup dengan kemenangan tipis. Tempo dijaga, risiko diminimalkan, dan pergantian pemain berjalan lambat. Ketika gol-gol yang dibutuhkan tak kunjung datang, waktu justru habis tanpa respons taktis yang berarti.

Hasil akhirnya kejam, tapi logis. Indonesia dan Malaysia sama-sama mengoleksi tiga poin, mencetak tiga gol, dan kebobolan dua. Namun Malaysia melaju ke semifinal karena unggul agresivitas gol. Indonesia gugur bukan karena tak mampu, melainkan karena tak diarahkan untuk mengejar kebutuhan gol.

Pernyataan Indra Syafri, tak cukup menutupi kekeliruan mendasar tersebut. “Kami sudah berusaha, tapi penyelesaian akhir tidak maksimal,” ujar Indra.

Pernyataan itu terdengar klise dan justru membuka celah kritik lebih besar. Jika masalahnya ada pada efektivitas, di mana solusi dari pelatih? Jika targetnya tiga gol, mengapa tak ada perjudian taktik? Mengapa formasi dan pendekatan menyerang tak dirombak sejak babak pertama?

Lebih jauh, kegagalan ini menunjukkan lemahnya manajemen turnamen dari Indra Syafri. SEA Games bukan liga panjang, melainkan kompetisi singkat yang menuntut kecerdasan membaca regulasi. Di level ini, pelatih dituntut bukan hanya membina, tapi memenangi situasi.

Indra memang menyatakan siap bertanggung jawab. Namun pernyataan itu terasa datang terlambat. “Sebagai pelatih, saya bertanggung jawab penuh,” katanya. Tanggung jawab seharusnya hadir dalam bentuk keputusan di lapangan, bukan sekadar kalimat setelah kegagalan terjadi.

Kegagalan di SEA Games 2025 ini menambah catatan kelam Timnas kelompok usia di bawah komando pelatih yang seharusnya paling memahami sepak bola usia muda Indonesia. Ekspektasi publik runtuh bukan karena kekalahan telak, melainkan karena ketidakmampuan mengelola peluang yang masih terbuka lebar.

Jika target yang jelas saja gagal diterjemahkan menjadi strategi, bagaimana Indra Syafri bisa dipercaya mengelola ambisi yang lebih besar?

SEA Games 2025 telah berlalu. Medali sudah tak mungkin diraih. Yang tersisa hanyalah evaluasi pahit. (almadi)

Exit mobile version