Saat ini penderita stunting terus bertambah. Data per Agustus di Nagari Sibarambang, Kecamatan X Koto Diatas terindikasi 35 anak stunting. Untuk sembilan nagari lainnya rata-rata juga sama. Secara keseluruhan jumlah anak stunting di Kabupaten Solok pada 2018 mencapai 1.638 anak.
“Kabupaten Solok ini urutan ke tiga di Sumbar, makanya fokus kita ke nagari-nagari untuk melakukan intervensi dalam bentuk sosialisasi,” ujar Kasubbid Balita Anak dan Lansia, BKKBN Sumbar, Dra Nurbaiti Djabang saat Sosialisasi Materi dan Media KIE 1.000 Hari Pertama Kehidupan dalam upaya pencegahan stunting, di gedung BPN Sibarambang, Nagari Sibarambang, Senin (26/8).
Dia menjelaskan, stunting adalah kondisi gagal tumbuh balita akibat kekurangan gizi, sehingga anak lebih pendek untuk usianya. Proses stunting merupakan manifestasi kegagalan pertumbuhan.
Untuk tahun 2020 mendatang, selain Pasaman, Pasaman Barat dan Kabupaten Solok, pengendalian stunting ditambah satu daerah lagi yakni Kabupaten Limapuluh Kota.
Dia berharap para orang tua dapat lebih memperhatikan anak ketika masih balita. Stunting akibat kekurangan gizi dalam waktu lama atau menahun. Bisa terjadi sejak ibu hamil. Terutama sejak tiga bulan kehamilan, karena ini proses pembentukan jaringan sel otak anak.
Ada banyak faktor penyebab stunting, diantaranya juga dipengaruhi pernikahan usia muda atau di bawah 16 tahun. Ini dikarenakan sang ibu belum siap secara fisik. Dari data anak yang menikah kurang dari 19 tahun, memiliki proporsi anak pendek 37 persen.
Sementara itu, Walinagari Sibarambang, Rudi Hartono mengatakan, nagari ini memang menjadi sasaran antisipasi stunting. Kata dia, segera akan dibentuk Kader Bina Keluarga Balita (BKb) sebagai tim pencegah stunting.
“Kepada masyarakat yang terpilih jadi kader BKb diharapkan dapat menyebarkan pola hidup sehat pada masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu Kepala DPPKBP3A, Kabupaten Solok, Zulfahmi selaku pemateri juga menyampaikan, dengan adanya 10 nagari terdampak stunting, pihaknya terus mensosialisasikan pola pengasuhan, bukan masalah gizi. “Untuk gizi menjadi kewenangan Dinas Kesehatan. Salah satu implementasi nya melalui pembentukan kader BKb,” katanya.
Langkah yang akan dilakukan, selain menguatkan pola asuh. Pengetahuan orang tua soal kebutuhan gizi juga amat diperlukan. Selain itu juga akan dibentuk lebih banyak kampung Kampung KB. Pengaktifan Bina Keluarga Balita (BKB) yang pasif di jorong-jorong.
Kata dia, banyak faktor penyebab, diantara riwayat penyakit saat hamil, faktor yang dominan pola asuh. Ciri-ciri stunting dengan mudah dilihat dari berat badan per tinggi badan sesuai usia. Perkembangan otak terganggu. Ini menyebabkan gangguan perkembangan kognitif, gangguan metabolisme.
Penyebabnya, praktek pengasuhan kurang baik. Terbatasnya layanan kesehatan, termasuk layanan ANC-Ante, Natal Care, Post Natal dan pembelajaran dini yang berkualitas. Salah satunya menurutnya tingkat kehadiran anak di posyandu dari 79 persen 2007, menjadi 64 persen pada 2013. Selain itu juga kurangnya akses makanan bergizi, kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. (*)