PADANG – Di sebuah gang kecil di kawasan Gunung Pangilun, Padang, tampak deretan orang duduk bersabar menunggu giliran. Tak sedikit di antara mereka yang datang dengan langkah tertatih, tangan gemetar, atau wajah lelah karena penyakit yang tak kunjung sembuh. Tapi di balik ruang sederhana itu, ada sosok yang mereka percaya mampu mengembalikan semangat hidup H. Hendra, ahli totok syaraf yang kini menjadi perbincangan banyak orang.
“Totok syaraf itu bukan sekadar pijat, tapi menyentuh jalur energi yang menghubungkan seluruh tubuh manusia. Kalau titiknya tepat, insya Allah bisa membantu kesembuhan,” ujar Hendra, sambil mempersilakan pasien duduk di atas matras kecil yang sudah tampak akrab dengan aroma minyak urut.
Hendra bukan orang baru dalam dunia pengobatan tradisional. Pria yang kini disapa Pak Haji itu telah menekuni dunia totok syaraf sejak tahun 1996, setelah berguru pada seorang pria Tionghoa di Tasikmalaya, Jawa Barat. “Ilmu ini saya pelajari dengan penuh kesabaran. Bukan hanya soal teknik, tapi juga soal niat dan doa,” kenangnya.
Dari Tasikmalaya, ia melanglang buana ke Situbondo, Banyuwangi, hingga Surabaya, mengobati berbagai macam penyakit: dari stroke, jantung, syaraf terjepit, hingga asam urat dan vertigo. Kini, setelah puluhan tahun merantau, Hendra memilih pulang kampung menetap di Padang, tepatnya di Jalan Gajah Mada, belakang Milenia Petshop, membuka praktik sederhana bagi siapa pun yang membutuhkan bantuan.
“Saya ingin mengabdi di kampung sendiri. Banyak orang yang butuh pengobatan tapi tidak punya cukup biaya ke rumah sakit,” ujarnya dengan mata teduh.
Kehidupan Hendra bukan tanpa cobaan. Ia sempat jatuh dalam dunia bisnis, ditipu oleh rekan yang selama ini dianggap sahabat. “Rasanya pahit sekali, karena yang menikam itu teman sendiri. Tapi saya sadar, setiap musibah pasti ada hikmahnya,” katanya lirih.
Kejadian itu sempat membuatnya kehilangan segalanya, namun tak membuatnya berhenti menolong orang lain. Ia kembali ke profesi asalnya menjadi tabib totok syaraf—dengan tekad lebih besar: membantu orang sembuh, tanpa pamrih.
“Sekarang saya lebih tenang. Kalau lihat orang bisa jalan lagi, bisa tersenyum karena rasa sakitnya berkurang, itu kebahagiaan yang tak bisa dibayar uang,” tutur Hendra.
Bagi Hendra, totok syaraf bukan semata urusan tangan, tapi juga hati. Ia percaya, setiap sentuhan yang disertai niat baik akan membawa energi positif bagi tubuh manusia. “Kalau kita ikhlas, Allah bantu. Saya hanya perantara,” ucapnya rendah hati.
Setiap hari, dari pagi hingga malam, pasien datang silih berganti. Ada yang dari Padang, ada pula yang sengaja datang dari luar kota. Mereka datang dengan harapan, dan sering pulang dengan senyum lega.
Di tengah hiruk pikuk kota dan mahalnya biaya pengobatan modern, H. Hendra menjadi sosok yang mengingatkan: kesembuhan bisa datang dari mana saja bahkan dari sebuah ruangan sederhana di sudut Gunung Pangilun, Padang, tempat seorang pria menebar harapan lewat ketulusan dan tangan yang menyalurkan doa.(almadi)
