Mitigasi Bencana : Kepatuhan Pembangunan Sesuai Zonasi Tata Ruang Perlu Ditegakkan

IMG-20181014-WA0102

Jakarta – Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan pentingnya masyarakat untuk bisa hidup harmonis dengan bencana. Terlebih Indonesia merupakan negara yang berada di cincin api sehingga rawan gempa bumi dan tsunami.

Hidup harmonis dengan bencana telah lama dilakukan masyarakat Indonesia seperti di Maros, rumah yang dibangun adalah rumah panggung dan terdapat perahu.

“Ternyata untuk antisipasi banjir saat musim hujan. Rumah mereka tidak tergenang dan tetap bisa beraktivitas menggunakan perahu,” kata Menteri Basuki beberapa waktu lalu.

Dalam membangun bangunan gedung, sejumlah regulasi telah diterbitkan mulai dari Rencana Tata Ruang yang mengatur zona mana yang bisa dan tidak bisa dibangun hingga persyaratan teknisnya. Peraturan zonasi sebagai alat pengendalian pemanfaatan ruang selain perijinan, pemberian insentif dan disinsentif serta sanksi.

“Pertama zonasi harus dipatuhi, kedua building code. Bila itu bisa dilakukan akan mengurangi risiko bencana. Kalau infrastruktur PUPR yang dibangun tentunya akan mematuhi kedua hal tersebut,” kata Menteri Basuki baru-baru ini.

Kementerian PUPR pada tahun 2013 telah membangun rumah contoh tahan gempa dengan teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha) sebanyak 8 unit dan Rumah Instan Kayu (Rika) sebanyak 4 unit yang lokasinya berada di Petobo, sekitar 1 kilometer dari lokasi terjadinya Likuifaksi. Meski mengalami guncangan gempa magnitude 7,4 pada 28 September lalu, rumah Risha dan Rika ini tidak mengalami kerusakan.

Dalam penyiapan masterplan relokasi rumah warga yang rusak, Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Hadi Sucahyono dan Ketua Satgas Penanggulangan Bencana Sulawesi Tengah Kementerian PUPR, Arie Setiadi Moerwanto bersama perwakilan dari Kementerian ATR, Badan Geologi, Bappenas, Kanwil BPN dan Pemda telah melakukan survey di 3 lokasi yakni lokasi Duyu (78 ha), Tondo (88 ha), dan Pombewe (210 ha).

“Selanjutnya akan menunggu hasil penelitian tanah dan kondisi geologi lebih detail dari Badan Geologi dan Pusat Studi Gempa Nasional, agar bisa dipastikan lokasi untuk relokasi benar-benar aman,” kata Hadi Sucahyono, Jumat (12/10).

Tinggalkan Balasan