Curhatan May Nilmaizar Oleh: Almadi (Wartawan Muda)

Almadi

May Nilmaizar istrinya pelatih Semen Padang FC, Nilmaizar, rupanya tak tahan juga melihat suaminya dibully, dicaci dan dihina. Naluri seorang ibu langsung keluar untuk berikan perlindungan. Dia tak rela pujaan hatinya diperlakukan tak adil oleh pengamat dan suporter SPFC. Perlawanan ia lakukan seorang diri lewat status dimedia sosial dapat tanggapan beragam.

Ada yang mencimeeh, ada pula bercarut pungkang, ada berjiwa besar dan merasa prihatin. Semuanya terlontar pada status May Nilmaizar. Memang usai berlaga hadapi tuan rumah PSM Makasar yang berakhir kalah 4-0. Tak ada lagi puja-puji buat Nilmaizar. Cacian yang seakan-akan semua kesalahan itu adalah wajib dipikul sang pelatih. Apa pun alasannya tak berlaku.

Jangan heran, beragam komentar negatif bermunculan. Menilai Nilmaizar pelatih terbodoh di dunia karena tidak punya strategi. Padahal mantan pelatih timnas itu sudah berupaya sekuat tenaga mencari titik lemah timnya. Semua kekurangan dievaluasi agar tak terulang dalam pertandingan. Hadirnya H. Suhatman Imam rupanya belum berdampak banyak. SPFC tak mampu keluar dari tekanan mental. Padahal, jika melihat awal pertandingan sangat menjanjikan. Namun, menjelang babak pertama usai kembali kambuh penyakit lama.

Strategi yang diterapkan dalam latihan hilang sama sekali. Pemain banyak joging dan kehabisan nafas setiap berpacu. Apakah pisik Hengki Ardiles dkk hanya mampu setengah babak, entahlah. Yang tahu tentu tim pelatih. Tapi yang jelas, banyak pemain kram dan cedera setiap bertanding.” Ini menandakan pisik pemain kurang,” sebut Asdian.

Persoalan pisik memang harus dapat perhatian serius. Saya masih ingat ketika PSP Padang berlaga pada kompetisi Divisi utama  tahun 1996. Saat itu, Suhatman Imam dengan berani memanggil mantan-mantan pemain Semen Padang FC yang sudah afkir alias tuwir kata anak sekarang. Mereka itu, Trisno Afandi, Jhoni Effendi, Asfinal, Taufik Yunus, Hendra Susila, Anton Sovnefil, Abdul Aziz dan pemain asingnya, Antonio Claudio (Toyo) dan Lazuardi yang pernah ciptakan gol lewat tendangan penjuru.

Dipanggilnya pemain buangan SPFC itu sempat jadi perhatian publik sepakbola Padang. Karena melihat pisik dan usia mereka sudah habis masa bhaktinya. Tapi apa yang dilakukan Suhatman bersama asistennya Tukijan saat itu masih aktif di TNI. Adalah menggenjot pisik Jhoni Efendi dkk pagi dan sore. Semua pemain tidak berani banyak tanya, salah saja dalam pasing langsung Suhatman bercarut pungkang dan mengata-ngatai pemain.”Kabau dan Babi” itulah kalimat keluar dari mulut sang pelatih.

Manajer PSP, H. Leonardy Harmainy mantan Ketua DPRD Sumbar sekarang anggota DPD RI selalu mengkritisi pisik pemain. Katanya, kunci prestasi satu klub ditentuklan oleh pisik pemain. Jhoni Effendi dkk harus mampu berlari selama 90 menit. “Kalau pisik pemain bisa bertahan sampai babak kedua otomatis skillnya akan keluar sendiri,”ujar Leonardy.

Berkat tempaan pisik yang dilakukan Tukijan sedikit bergaya militer. Hasilnya, PSP bercokol pada papan atas kompetisi Divisi Utama tahun 1997. Prestasi yang luar biasa adalah mengalahkan klub elite Pelita Jaya 1-0, gol diciptakan sang kapten Jhoni Efendi dari lapangan tengah. Padahal, tim Pelita Jaya dihuni pemain berlebel nasional seperti, Noach Meriem, Tias Tiono Taufik dan Listianto Raharjo.

Sekarang kembali ke SPFC yang saat ini sudah berada dibibir jurang degradasi. Segala upaya telah dilakukan untuk mendongkrak motivasi pemain. Soal skill sebenarnya tidak kalah dengan klub  papan atas. Saat ini, kita tidak tampak lagi tim SPFC yang bermain ketika sampai di final Piala Jendral Sudirman, dengan daya juang tinggi. Mereka mudah terjatuh dan hilang akal ketika mendapatkan bola. Kolektifitas senjata andalan Hengki Ardiles dkk tidak ada. Kemana semuanya itu?

Puncaknya adalah kekalahan besar atas PSM Makasar. Memang pertandingan itu sudah berlalu sekarang fokus menghadapi Madura United. Banyak pengamat dadakan muncul prediksi tuan rumah SPFC bakal dibantai lagi dan Hengki Ardiles dkk kembali meratap. Kemudian kita hujat dan bully dengan alasan itulah konsekwensinya sebagai pelatih.

Sadarkah kita dengan menghujat pelatih akan berdampak pada psikologi pemain. Ingat masih ada harapan untuk bangkit dan meraih kemenangan. Sebab, delapan pertandingan lagi SPFC bukan mustahil Hengki Ardiles dkk tidak mendapatkan poin. Meski banyak menilai dan meramalkan SPFC bakal jatuh ke liga 2. Tapi apakah sepesimis itu? Ingat dalam sepakbola apa saja bisa terjadi. Karena bola itu bulat.(****)

Tinggalkan Balasan