Opini  

Catatan Almadi : Atlet Bukan Kuli, Bung!

72Foto Renang

Tanpa disengaja ketemu arsip berita tentang PSP Padang tahun 2008 lalu, dimuat tabloid Sumbar X-Post edisi kedua. Ketemunya tidak disembarangan tempat yaitu di kantor gubernur Sumbar. Beritanya, tentang penderitaan pemain PSP Padang yang hidupnya kadang makan kadang tidak.

Nasib pemain PSP ketika itu ditangani pelatih Joni Effendi bagaikan perkerja rodi zaman penjajahan. Disuruh bertanding tapi tidak dikasih makan. Untunglah saat itu pelatihnya, Joni Efendi masih tajir dan bisa mengatasi biaya hidup pemain. Tapi kalau keperluan lain tentu sang pelatih tak sanggup. Nasib malang dialami kiper PSP Andre, dikejar-kejar pemilik rumah kontrakan karena sudah menunggak.

Kala itu klub PSP Padang yang diketuai Yusman Kasim, hidup segan mati tak mau. Setiap bertanding away selalu muncul masalah karena tidak ada biaya. Dana APBD yang diharapkan bisa membantu rupanya tidak pula keluar. Akhinya, habislah PSP Padang setiap bertanding selalu kalah dan kalah.

Nasib pemain PSP angkatan Andre dkk benar-benar marasai sangat. Jangankan suplemen untuk makan saja tarpaksa hutang sana hutang sini. Priode itu sangat pahit, tapi demi nama daerah yang dibanggakan mereka tetap bertanding meski perut keroncongan. Sekarang PSP sudah makmur sejak ketuanya Walikota Padang, Mahyeldi Ansharullah. Tak terdengar lagi pemain PSP kelaparan mau bertanding. Sebab, PSP memang tidak ada ikut kompetisi tentu tidak ada mereka kelaparan.

Lain PSP lain pula atlet Sumbar yang dipersiapkan menuju PON XIX Jabar. Kalau pemain PSP dana itu benar yang kurang, wajar hidupnya penuh derita. Sedangkan atlet Sumbar kucuran dana sangat wah Rp 30 Miliar, kalau dijejerkan uang lembaran dua ribu entah berapa kilo meter panjangnya. Mungkin sampai ke Bandung.

Dana berlimpah tentu pusing menghabiskannya, maka digelar jugalah rapat tiap sebentar dari hotel ke hotel berbintang. Padahal, kalau sekedar rapat saja gedung pertemuan KONI bisa dimanfaatkan. Tapi sudahlah. Tidak ada makan siang yang gratis. Sementara, atlet dari beberapa cabang olahraga berteriak minta suplemen dan perlengkapan. Tapi atlet tak juga menyadari mereka sudah dikasih uang saku Rp 75 ribu per hari. Kenapa tak dimanfaatkan beli suplemen.

Rupanya atlet tidak juga sadar uang saku Rp 75 ribu per hari itu dinilai sudah lebih dari cukup. Jangan bandingkan sama kuli bangunan. Kalau ingin jujur mendengar tangisan atlet berkunjunglah tempat mereka latihan. Tapi jangan bawa pengurus KONI Sumbar, mereka tentu takut bercerita. Seperti teman saya baru-baru ini langsung diitimidasi, begitu beritanya keluar bercerita tentang nasibnya.

Sebenarnya, atlet Sumbar tidak bakal kekurangan suplemen jika petinggi-petinggi olahraga memahami kondisi atlet. Dengan anggaran Rp 30 Miliar saya rasa untuk suplemen tidak bakal kekurangan. Ini kan tidak, belum apa-apa sudah gembar-gembor mengatakan pengurus KONI Sumbar memberikan uang saku yang jumlahnya kalah dari gaji kuli bangunan. Ini atlet bukan kuli, bung!

Lalu bagaimana dengan target medali Sumbar? Sudah berbuih-buih bertanya dan konfirmasi ke Plt KONI Sumbar tak satu pun dijawab. Kalau tidak dikonfirmasi dibilang pula pencemaran nama baik dan wartawan abal-abal atau wartawan preman. Berkat kesabaran akhirnya muncul juga soal target medali untuk kontingen Sumbar.

Dari pertanyaan wartawan Sumbar Post, Ridho kepada Yal Aziz entah pengurus KONI atau tidak saya tidak ambil pusing, dia menjawab, “sebaiknya ditanyokan kepada masing-masing pengprov cabang olahraga, serta atlet dan khusus gulat, ridho kan pengurusnyo pulo mah….sudah tu baru ditanyo ka plt koni sumbar…..”

Jawaban Yal Aziz apakah sudah mewakili KONI Sumbar atau gubernur saya tidak tahu. Cuma dari jawaban itu tampak sekali masalah target dibebankan kepada atlet dan cabor. Atlet mau saja bertanggungjawab, tapi apakah kebutuhan mereka sudah terpenuhi oleh pengurus KONI? Kalau kebutuhan mereka dicukupi saya rasa mungkin tidak ada yang bernyanyi pilu. Apa KONI sudah siapkan kambing hitam jika gagal..(**)

Tinggalkan Balasan